Yasin Yusuf Abdillah

Olahraga dapat menenangkan hati dan pikiran serta menyehatkan badan.

Yasin Yusuf Abdillah

Jika kamu sudah memulai sesuatu, maka lakukanlah. lakukan dengan cara terbaik yang bisa kamu berikan.

Yasin Yusuf Abdillah

Kesuksesan butuh perjuangan, pengorbanan dan kerja keras.

Yasin Yusuf Abdillah

Hidupmu sekarang adalah sejarah untuk yang akan datang. baik atau buruk tergantung engkau yang menciptakan.

Yasin Yusuf Abdillah

Amal perbuatan yang kita lakukan, akan kembali pada diri kita sendiri. baik atau buruk, kitalah yang menentukan.

Sabtu, 14 Juli 2012

menyambut ramadhan


Menyambut Ramadhan
Awali Har-hari mu dengan Do’a
Iringi langkahmu dengan Usaha
Moga bahagia...amiiin
Hai Temen-temen aku semuanya,Ngomong-ngomong Bulan puasa tinggal beberapa hari lagi nich.  Apa yang ada dipikiran Anda ketika saat-saat makin mendekati bulan penuh berkah itu ? Apakah Anda menyambut dengan biasa-biasa saja, atau ada perasaan senang ?
Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang bergembira ketika mendapat kabar bahwa bulan suci Ramadhan telah datang. Ataukah Anda termasuk yang bersedih ? Tentunya senang donk.
Apa saja yang sudah dipersiapkan untuk menyambut bulan Ramadhan kali ini Temen?  tentunya banyak kan. Apa saja yang sudah Anda lakukan untuk memperkuat modal dalam menjalankan segala aktifitas Ramadhan ? Sudahkah Anda berlatih untuk mulai melakukan puasa Senin-Kamis, atau memang puasa sunnah sudah menjadi bagian dari kehidupan Anda selama ini ? Apakah Anda sudah berlatih bersabar dalam menghadapi segala problema hidup, ataukah bersabar sudah menjadi “keahlian” Anda sejauh ini ?
Ada yang bilang bahwa beribadah di bulan Ramadhan justru adalah hal yang mudah, apabila dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Betapa tidak, karena semua sisi memberikan dukungan kepada kita untuk bisa beribadah lebih baik.
Akan terasa mudah untuk bangun sahur ketika banyak orang yang membangunkan dan bersama-sama untuk melakukan sahur. Akan terasa mudah untuk berpuasa ketika disekeliling kita banyak warung-warung yang tutup dan banyak orang yang ikut berpuasa dan bertoleransi untuk tidak mengganggu orang yang berpuasa.
Memang terasa lebih mudah bukan, apabila beribadah di dalam kondisi yang kondusif untuk melakukan ibadah. Ditambah lagi janji Allah yang akan melipatgandakan pahala dibulan puasa. Sudah mudah, pahalanya besar pula. Jadi, kenapa harus tidak berbahagia ketika menyambut Ramadhan.
Berikut ini saya kutipkan hadist untuk kita resapi bersama-sama :
مَنْ فَرِحَ بِدُخُوْلِ رَمَضَانَ حَرَّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلَى النِّيْرَانِ
“Barangsiapa yang bergembira dengan kedatangan bulan Ramadhan niscaya Allah mengharamkan jasadnya dari neraka”.
Ayo...kita sama-sama sambut Ramadhan dengan Ceria
MARHABAN YUA RAMADHAN


Minggu, 08 Juli 2012

sujud sahwi


Risalah Sujud Sahwi

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, dan para sahabatnya semua. Amma ba’du:
Sujud sahwi disyariatkan dalam shalat ketika seseorang lupa. Dalil disyariatkan sujud sahwi adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
إِذَا زَادَ الرَّجُلُ أَوْ نَقَصَ فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ
“Apabila seseorang kelebihan atau kekurangan (dalam shalat), maka hendaknya ia bersujud dua kali.” (HR. Muslim)
Demikian pula berdasarkan praktek Beliau, dimana Beliau pernah lupa dalam shalatnya. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, “Aku adalah manusia; aku lupa seperti kalian lupa. Jika aku lupa, maka ingatkanlah aku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebab Yang Mengharuskan Sujud Sahwi
Sebab yang paling asasi yang mengharuskan sujud adalah lupa. Lupa di sini adalah karena salah satu di antara tiga sebab berikut ini:
1.   Kelebihan dalam shalat karena lupa, bisa karena kelebihan rakaat atau selainnya. Misalnya seseorang shalat Zhuhur lima rakaat, atau ia menambah sujud dan sebagainya, maka ketika itu, ia melakukan sujud sahwi.
2.   Kekurangan dalam shalat karena lupa, seperti meninggalkan yang rukun atau yang wajib. Jika ia meninggalkan rukun, maka ia wajib melakukan rukun itu, kemudian melakukan sujud sahwi. Tetapi, jika ia meninggalkan yang wajib seperti tasyahhud awwal, maka ia tutupi dengan sujud sahwi.
3.   Ragu-ragu. Misalnya, ia ragu-ragu apakah sudah shalat tiga rakaat atau empat rakaat? Maka dalam hal ini, ia wajib mendasari atas hal yang yakin, jika ia tidak dapat memastikan, maka yang yakin adalah yang paling sedikit, yaitu bahwa ia telah melakukan shalat tiga rakaat, sehingga ia tambahkan satu rakaat lagi, kemudian sujud sahwi.
Cara Sujud Sahwi
Ia melakukan sujud dua kali seperti sujud dalam shalat; ia bertakbir lalu sujud dan mengucapkan, “Subhaana Rabbiyal A’laa” 3 X, lalu bangun sambil bertakbir dan duduk di antara dua sujud sambil membaca doa duduk antara dua sujud, kemudian sujud lagi seperti sujud sebelumnya, lalu bangun sambil bertakbir dan mengucapkan salam tanpa tasyahhud (lihat buku Al Fiqh –fi’ah An Naasyi’ah- oleh Dr. Abdullah bin Musaa Al ‘Ammar).
Jika sujud sahwi dilakukan setelah salam, maka ia mengucapkan salam lagi setelah sujud dua kali.
Disebutkan dalam kitab As Sunan Wal Mubtada’aat, “Dan tidak ada riwayat yang dihapal dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang dzikr khusus untuk sujud sahwi, bahkan dzikrnya adalah sama seperti dzikr sujud yang lain dalam shalat. Adapan ucapan “Subhaan mal laa yanaamu wa laa yas-huu,” maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengerjakannya, tidak pula sahabat dan tidak ada dalil dari As Sunnah sama sekali."
Tempat sujud sahwi
Seseorang diberikan pilihan dalam hal sujud sahwi ini, baik sebelum salam atau setelahnya. Namun ada khilaf dalam masalah yang lebih afdhal(utama)nya, yang utama adalah memberlakukan Sunnah dalam hal ini; sehingga dalam masalah lupa yang Sunnah menjelaskan sebelum salam, maka kita melakukannya sebelum salam, dan dalam masalah lupa yang Sunnah menjelaskan setelah salam, maka kita sujud setelah salam (lihat penjelasannya di ‘Rincian letak Sujud Sahwi yang paling utama’) . Al Hafizh Abu Bakar Al Baihaqi, “Yang  dekat dengan kebenaran adalah boleh kedua-duanya, dan inilah yang dipegang oleh sahabat-sahabat kami (yakni dari kalangan ulama).”
Rincian letak Sujud Sahwi yang paling utama; sebelum atau setelah salam.
a.       Ketika kelebihan dalam shalat, seperti kelebihan ruku’, sujud, berdiri atau duduknya. Maka ketika ia telah salam, ia sujud sahwi dua kali lalu salam. Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu berikut:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الظُّهْرَ خَمْسًا فَقِيلَ لَهُ أَزِيدَ فِي الصَّلَاةِ فَقَالَ وَمَا ذَاكَ قَالَ صَلَّيْتَ خَمْسًا فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَ مَا سَلَّم
Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat Zhuhur lima rakaat, lalu ada yang berkata kepada Beliau, “Apakah shalat ditambah?” Beliau bertanya, “Memangnya ada apa?” Ia menjawab, “Engkau shalat lima rakaat.” Maka Beliau sujud dua kali setelah salam. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah)
Misalnya seseorang shalat Zhuhur lalu ia berdiri ke rakaat kelima kemudian ingat atau diingatkan maka ia kembali tanpa takbir dan duduk membaca tasyahhud akhir serta mengucapkan salam, kemudian sujud sahwi dua kali lalu salam lagi. Demikian pula apabila ia tidak tahu kelebihan rakaat kecuali setelah selesai shalat maka ia sujud sahwi dua kali lalu salam.
b.      Ketika kekurangan rakaat, misalnya ia mengucapkan salam sebelum sempurna shalatnya karena lupa kemudian ingat atau diingatkan maka ia tambahkan shalatnya kemudian mengucapkan salam, setelah salam ia sujud dua kali lalu salam lagi. Dalilnya adalah hadits Imran bin Hushshain berikut:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الْعَصْرَ فَسَلَّمَ فِي ثَلَاثِ رَكَعَاتٍ ثُمَّ دَخَلَ مَنْزِلَهُ فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ الْخِرْبَاقُ وَكَانَ فِي يَدَيْهِ طُولٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَذَكَرَ لَهُ صَنِيعَهُ وَخَرَجَ غَضْبَانَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ حَتَّى انْتَهَى إِلَى النَّاسِ فَقَالَ أَصَدَقَ هَذَا قَالُوا نَعَمْ فَصَلَّى رَكْعَةً ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّم
“Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat ‘Ashar, lalu salam pada rakaat ketiga, lalu masuk ke rumahnya, maka ada seorang yang bangkit menemuinya bernama Khirbaq, dimana pada kedua tangannya panjang, ia pun berkata, “Wahai Rasulullah,…dst.” ia pun menyebutkan perbuatan Beliau, maka Beliau keluar dalam keadaan marah sambil menarik selendangnya sehingga sampai di hadapan manusia dan bersabda, “Apakah orang ini benar?” Mereka menjawab, “Ya.” Maka Beliau mengerjakan satu rakaat lagi, lalu salam, kemudian sujud dua kali lalu salam.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Nasa’i dan Ibnu Majah)
Hal Ini apabila jarak antara lupa dengan ingatnya tidak terlalu lama, jika sudah lama maka ia ulangi shalatnya dari awal lagi.
c.       Ketika lupa tidak tasyahhud awwal atau lupa mengerjakan yang wajib lainnya dalam shalat maka ia sujud sahwi dua kali sebelum salam. Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Buhainah radhiyallahu 'anhu, bahwa ia berkata:
صَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ مِنْ بَعْضِ الصَّلَوَاتِ ثُمَّ قَامَ فَلَمْ يَجْلِسْ فَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ فَلَمَّا قَضَى صَلَاتَهُ وَنَظَرْنَا تَسْلِيمَهُ كَبَّرَ قَبْلَ التَّسْلِيمِ فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ ثُمَّ سَلَّمَ
 “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan salah satu shalat bersama kami dua rakaat, lalu Beliau bangkit tanpa duduk (tasyahhud awwal), lalu orang-orang ikut bangkit bersama Beliau. Setelah mengakhiri shalatnya, dan kami menunggu salam Beliau, maka Beliau bertakbir sebelum salam, lalu sujud dua kali dalam keadaan duduk, kemudian salam.” (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Contoh lainnya adalah ia lupa tasyahhud awal dan langsung berdiri, lalu ia ingat atau diingatkan; maka jika belum sempurna berdiri ia kembali untuk duduk tasyahhud dan ia tidak perlu sujud sahwi[i], tetapi jika sudah sempurna berdiri, maka ia tidak perlu kembali duduk tetapi meneruskan saja dan sebelum salam ia sujud sahwi dua kali.  Hal ini berdasarkan hadits Mughirah bin Syu’bah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنْ الرَّكْعَتَيْنِ فَلَمْ يَسْتَتِمَّ قَائِمًا فَلْيَجْلِسْ فَإِذَا اسْتَتَمَّ قَائِمًا فَلَا يَجْلِسْ وَيَسْجُدْ سَجْدَتَيْ السَّهْوِ
“Apabila salah seorang di antara kamu bangun dari dua rakaat (tidak tasyahhud awwal), tetapi belum sempurna berdiri, maka hendaknya ia duduk. Tetapi, apabila ia telah sempurna berdiri, maka janganlah ia duduk, dan hendaknya ia sujud sahwi dua kali.”
d.      Jika seorang lupa, sehingga tidak mengerjakan salah satu rukun shalat, maka ia kerjakan rukun itu dan perbuatan setelahnya, lalu melakukan sujud sahwi nanti setelah salam.
Sehingga jika seseorang meninggalkan salah satu rukun shalat dan sudah masuk mengerjakan perbuatan shalat yang lain, setelah itu ia ingat, maka ia wajib mengerjakan kembali rukun itu lalu mengerjakan rukun-rukun setelahnya.
e.      Jika ia ragu-ragu dalam shalatnya apakah ia shalat sudah dua rakaat ataukah sudah tiga rakaat, dan ternyata salah satunya lebih kuat baginya, maka ia dasari terhadap hal yang kuat itu, lalu ia sujud sahwi dua kali setelah salam lalu salam lagi. Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Mas’ud berikut:
عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لَا أَدْرِي زَادَ أَوْ نَقَصَ فَلَمَّا سَلَّمَ قِيلَ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَحَدَثَ فِي الصَّلَاةِ شَيْءٌ قَالَ وَمَا ذَاكَ قَالُوا صَلَّيْتَ كَذَا وَكَذَا فَثَنَى رِجْلَيْهِ وَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ وَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ فَلَمَّا أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ قَالَ إِنَّهُ لَوْ حَدَثَ فِي الصَّلَاةِ شَيْءٌ لَنَبَّأْتُكُمْ بِهِ وَلَكِنْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ فَإِذَا نَسِيتُ فَذَكِّرُونِي وَإِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلْيَتَحَرَّ الصَّوَابَ فَلْيُتِمَّ عَلَيْهِ ثُمَّ لِيُسَلِّمْ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ
Dari Ibrahim, dari ‘Alqamah ia berkata: Abdullah bin Mas’ud berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat (Ibrahim perawi hadits ini berkata, “Kelebihan atau kekurangan[ii].”) setelah Beliau salam, ada yang berkata kepada Beliau, “Wahai Rasulullah, apakah terjadi sesuatu dalam shalat?” Beliau menjawab, “Memangnya ada apa?” Mereka menjawab, “Engkau shalat begini dan begini.” Lalu Beliau melipat kedua kakinya dan menghadap kiblat, kemudian sujud dua kali, lalu salam. Kemudian Beliau menghadap kepada kami dengan wajahnya dan bersabda, “Sesungguhnya jika terjadi sesuatu dalam shalat tentu aku beritahukan, akan tetapi aku adalah seorang manusia; aku lupa sebagaimana kamu lupa. Jika aku lupa, maka ingatkanlah aku. Dan apabila salah seorang di antara kamu ragu-ragu dalam shalatnya, maka hendaklah ia pilih yang benar, lalu ia sempurnakan kemudian sujud dua kali.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah)
Misalnya seseorang shalat Zhuhur, ia pun ragu-ragu di rakaat kedua; apakah sudah tiga rakaat atau dua rakaat? Lalu setelah ia pastikan ternyata sudah tiga maka ia tetap jadikan tiga rakaat dan menyempurnakan shalatnya lalu salam, kemudian sujud sahwi dua kali lalu salam lagi.
f.        Jika ia ragu-ragu dalam shalatnya apakah ia sudah shalat dua rakaat atau tiga rakaat, ia telah berusaha untuk mengingat-ingat namun tidak dapat memastikan salah satunya, maka ia anggap masih sedikit/kurang karena itulah yang yakin, lalu sujud sahwi dua kali sebelum salam kemudian salam. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berikut:
إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحْ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلَاتَهُ وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لِأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ
“Apabila salah seorang di antara kamu ragu-ragu dalam shalatnya, ia tidak mengetahui berapa yang telah ia lakukan; tiga rakaat atau empat, maka hendaknya ia singkirkan keraguan itu dan mendasari dengan yang ia yakini, lalu ia sujud dua kali sebelum salam. Jika ia melakukan shalat lima rakaat, maka sujud itu menggenapkannya, tetapi jika ia shalat tepat empat rakaat, maka sebagai penghinaan bagi setan.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i)
Misalnya seseorang shalat Zhuhur ketika rakaat kedua, ia pun ragu-ragu apakah sudah tiga ataukah masih dua dan belum bisa memastikan mana yang benar maka ia anggap masih dua rakaat, kemudian ia menyempurnakan shalatnya lalu sujud sahwi dua kali sebelum salam kemudian salam.
g.       Jika selesai shalat ia ragu-ragu maka tidak perlu diperhatikan hingga benar-benar yakin (pasti), namun jika banyak keraguan, maka tidak perlu diperhatikan keraguan itu karena hal itu termasuk was-was.
Lupanya makmum
Jika makmum masuk bersama imam dari awal shalat, maka ia tidak perlu sujud sahwi sendiri ketika lupa, bahkan ia harus mengikuti imamnya. Tetapi jika ia sebagai masbuq dan lupa dalam melaksanakan apa yang luput, maka ia sujud sahwi setelah dilaksanakan apa yang telah luput itu.
Cara Mengingatkan imam yang lupa
Ketika Imam lupa, maka sikap makmum adalah sbb:
1.  Apabila imam tidak ingat ayat Al Qur’an yang ia baca, maka makmum mengingatkan dengan cara membacakan ayat yang benar. Dalilnya adalah hadits Ibnu Umar berikut:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى صَلاَةً فَقَرَأَ فِيْهَا فَالْتَبَسَ عَلَيْهِ فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ لِاَبِيْ : ( أَشَهِدْتَ مَعَنَا ؟ ) قَالَ : نَعَمْ . قَالَ : ( فَمَا مَنَعَكَ أَنْ تَفْتَحَ عَلَيَّ ؟ )
“Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat, lalu ada (bacaan) yang rancu bagi Beliau, maka setelah selesai shalat, Beliau bersabda kepada bapakku, “Apakah kamu ikut shalat bersama kami?” Ia menjawab, “Ya.” Beliau bertanya, “Apa yang menghalangimu untuk mengingatkanku?” (HR. Abu Dawud dan lainnya, para perawinya adalah tsiqah).
2.  Apabila terjadi sesuatu dalam shalat, misalnya imam lupa dalam gerakan atau jumlah rakaat, maka makmum (yang laki-laki) mengingatkan dengan membaca “Subhaanallah.” Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berikut:
اَلتَّسْبِيحُ لِلرِّجَالِ , وَالتَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ و زَادَ مُسْلِمٌ فِي اَلصَّلَاةِ)
“Tasbih itu untuk laki-laki dan tepukan itu untuk wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim. Muslim menambahkan, “Dalam shalat.”)
3.  Bagi makmum perempuan, cara memberitahukan imam cukup dengan menepuk (tashfiiq). Caranya menurut Isa bin Ayyub adalah dengan menepuk ke atas punggung telapak tangan yang kiri dengan menggunakan dua jari tangan kanan.
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.







Maraaji’: Al Fiqh (Dr. Abdullah bin Musa Al ‘Ammar), Asy’yaa’ min Ahkaam sujuudis Sahwi fish shalaah (Syaikh Ibnu ‘Utsaimin), Al Hidayah fii Masaa’il Fiqhiyyah Muta’aaridhah (A. Zakariyya), Al Wajiiz (Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi), Sujuudus Sahwi (Dr. Sa’id Al Qahthani) dll.


[i] Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menerangkan, bahwa sebagian Ahli Ilmu berpendapat, bahwa dalam keadaan ini ia tetap sujud sahwi karena hendak bangun itu merupakan tambahannya dalam shalat, wallahu a’lam.
[ii] Yang sahih adalah kelebihan sebagaimana diterangkan Ibnul Atsir dalam Jaami’ul Ushuul (5/541).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHwegcHa6sjdOgbEEfEuA1sVAyFKNXKQAy617ukMJUn3YssDhuFNlpa_iEsPa-W6fQWjP325EeIN-tkLREOXxR0wSMS2o3WTzn2S0iG6tTisJdMz9zdiWXEEWrnJ0X0jYJcF16scNp4Jg/s0/box_line.gif

fikih azan


Fiqih Azan

"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru) kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerahkan diri?" (Terj. Fushshilat: 33)
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata menafsirkan ayat, "orang yang menyeru (manusia) kepada Allah ", "Ia adalah muazin. Ketika ia mengucapkan, "Hayya 'alash shalaah" maka ia sedang menyeru kepada Allah." Ibnu Umar dan Ikrimah juga menafsirkan ayat tersebut dengan muazin, meskipun ayat tersebut umum mengena pula kepada orang yang yang mengajak manusia kepada Allah (da'i).
Ta'rif (pengertian) azan
Azan secara bahasa artinya memberitahukan sesuatu. Secara istilah, azan adalah pemberitahuan tibanya waktu shalat dengan lafaz tertentu yang disyari'atkan.
Hukum azan
Azan hukumnya fardhu kifayah bagi laki-laki untuk shalat lima waktu; bukan bagi wanita. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Fa idzaa hadharatish shalaatu fal yu'adzdzin lakum ahadukum…dst." (artinya: Jika tiba waktu shalat, maka hendaknya salah seorang di antara kamu mengumandangkan azan…dst.").
Keutamaan azan
1.  Sebagai orang yang paling panjang lehernya pada hari kiamat (lih. Shahih Muslim no. 387).
Tentang maksud "paling panjang lehernya" ada beberapa tafsiran, di antaranya: (1) lehernya paling panjang di antara manusia yang lain (secara hakiki) namun bukan sebagai cacat, (2) sebagai orang yang paling rindu mengharap rahmat Allah, (3) sebagai orang yang mendapat banyak pahala, (4) Ketika manusia dibanjiri oleh keringat mereka sampai ada yang tenggelam oleh keringatnya, maka para muazin dipanjangkan lehernya sehingga tidak tenggelam, wallahu a'lam. (lihat pula Syarah Shahih Muslim).
2.  Mengusir setan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila azan dikumandangkan, maka setan akan kabur sampai buang angin agar tidak mendengar suara azan…dst." (HR. Muslim)
3.  Tidak ada sesuatu pun yang mendengarkan suara azan, kecuali akan menjadi saksi untuknya. (lih. Shahih Bukhari no. 609)
4.  Akan diberi ampunan sejauh terdengar suara azannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنََ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ، وَالْمُؤَذِّنُ يُغْفَرُ لَهُ مُدَّ صَوْتِهِ، وَيُصَدِّقُهُ مَنْ سَمِعَهُ مِنْ رُطَبٍ وَيَابِسٍ وَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ صَلَّى مَعَهُ
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada shaf terdepan. Muazin akan diampuni dosanya sejauh terdengar suaranya, akan dibenarkan oleh yang mendengarnya baik sesuatu yang basah maupun yang kering, dan ia akan memperoleh pahala seperti pahala orang yang shalat bersamanya." (HR. Ahmad dan Nasa'i, Shahih At Targhib wat Tarhib 1/99)
5.  Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendoakan ampunan untuknya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اَلْإِمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مَؤْتَمَنٌ، الَلَّهُمَّ أَرْشِدِ الْأَئِمَّةَ وَاغْفِرْ لِلْمُؤَذِّنِيْنَ
"Imam adalah penjamin. Muazin adalah seorang yang diamanahi. Ya Allah, tunjukilah para imam dan ampunilah para muazin." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Khuzaimah, Shahihut Targhib 1/100)
6.  Menghapuskan dosa dan memasukkan ke surga.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tuhanmu kagum kepada penggembala kambing yang berada di atas bongkahan bukit. Ia menyerukan shalat dan melakukannya. Allah Azza wa Jalla berfirman, "Lihatlah kepada hamba-Ku ini; ia melakukan azan dan iqamat, ia takut kepada-Ku. Sungguh, Aku ampuni hamba-Ku dan Aku akan memasukkannya ke surga." (HR. Abu Dawud dan Nasa'i, lih. Ash Shahihah no. 41)
Tatacara azan
Tatacara azan ada beberapa cara:
1.  Menyebutkan empat kali takbir yang pertama dan mennyebutkan dua kali setelahnya, sehingga jumlahnya 15 kalimat, yaitu sbb:
     Allahu akbar 4X        
     Asyhadu allaailaahaillAllah 2X
     Asyhadu anna muhammadar rasuulullah 2X
     Hayya ‘alash shalaah 2X
     Hayya ‘alal falaah 2X
     Allahu akbar 2X
     Laailaahaillallah 1X
     Tatacara seperti ini berdasarkan hadits Abdullah bin Abdi Rabbih yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, dan Tirmidzi. Tirmidzi berkata tentang hadits tersebut, "Hasan shahih."
2.  Menyebutkan empat kali takbir dan mentarji’ dua kalimat syahadat (mengulang dua kalimat syahadat dengan suara keras setelah sebelumnya dengan suara rendah), sehingga jumlahnya 19 kalimat. Tatacara seperti ini berdasarkan hadits Abu Mahdzurah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan azan kepadanya dengan jumlah 19 kalimat (HR. Lima ahli hadits, Tirmidzi berkata, "Hadits hasan shahih.")
Contoh dengan tarji' adalah mengucapkan “Asyhadu alllaailaahaillallah, asyhadu allaailaahaillallah, asyhadu anna muhammadar rasuulullah, asyhadu anna muhammadar rasuulullah" dengan suara rendah, kemudian diulangi lagi dengan suara keras.
3.  Menyebutkan dua kali takbir dengan mentarji’ dua kalimat syahadat, sehingga jumlahnya 17 kalimat. yaitu sbb:
     Allahu akbar 2X
     Asyhadu allaailaahaillAllah 2X
     Asyhadu anna muhammadar rasuulullah 2X
     Lalu dua kalimat syahadat di atas ditarji’.
     Hayya ‘alash shalaah 2X
     Hayya ‘alal falaah 2X
     Allahu akbar 2X
     LaailaahaillAllah 1X
     Tatacara seperti ini berdasarkan hadits Abu Mahdzurah yang diriwayatkan oleh Muslim.
Syarat azan dan muazin
Syaikh Dr. Sa'id Al Qahthani menyebutkan syarat azan sbb:
a.  Lafaznya tertib (berurutan)
b.  Tidak dipisah lama antara lafaz-lafaz azan.
c.   Sudah masuk waktu shalat.
d.  Dalam mengucapkan tidak sampai lahn (salah) yang merubah arti, seperti memanjangkan kata "akbar" menjadi "akbaaar".
e.  Mengeraskan suara, yakni tidak pelan yang hanya terdengar oleh diri sendiri.
Sedangkan syarat muazin adalah sbb:
a.  Dilakukan oleh seorang; tidak dua orang.
b.  Muslim
c.   Mumayyiz (sudah mampu membedakan atau dapat memahami pembicaraan orang lain dan menjawabnya), usianya 7 tahun ke atas.
d.  Berakal
e.  Laki-laki
Catatan: Namun jika wanita melakukan azan di tengah-tengah kaum wanita, maka menurut pendapat yang rajih, hal ini disyari'atkan. Inilah pendapat Imam Syafi'i, Ahmad, Ibnu Hazm dsb. tentunya tanpa pengeras suara dan bukan di tempat tinggi (seperi di menara).
f.   Adil; bukan orang fasik.
Adab bagi muazin
 1.Dianjurkan azan dalam keadaan suci dari hadats kecil dan besar, karena azan merupakan dzikr..
 2.Hendaknya muazin melakukan azan karena mengharap wajah Allah, oleh karena itu hendaknya ia tidak meminta upah.
 3.Hendaknya muazin berdiri dan menghadap kiblat, karena mu'azzin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika azan selalu menghadap ke kiblat.
 4.Hendaknya muazin ketika sampai pada kalimat “Hayya ‘alash shalaah” menoleh ke arah kanan (tanpa memutarkan badannya) dan pada kalimat “Hayya ‘alal falaah” menoleh ke arah kiri. Demikianlah yang dilakukan Bilal muazin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
 5.Hendaknya muazzin memasukkan jari telunjuk ke dalam telinga, berdasarkan hadits Bilal juga.
 6.Disyari’atkan mencari mu'azzin yang suaranya bagus, sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memilih Abu Mahdzurah sebagai muazin karena suaranya yang bagus.
 7.Disyari'atkan atau disunnahkan pada saat hujan deras atau dingin sekali, baik ketika safar maupun tidak, bagi mu'azzin mengumandangkan "Shaluu fii buyuutikum" atau "Shalluu fii rihaalikum" atau "Ash Shalaatu fir rihaal"  (artinya sama, yaitu: "Shalatlah di rumah-rumah kamu.") sebagai ganti "Hayya 'alash shalaah". Berdasarkan hadits Ibnu Umar, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan muazin menyerukan "Shalluu fii rihaalikum" di malam yang dingin atau malam yang sedang turun hujan ketika safar." (HR. Bukhari-Muslim)
     Letak ucapannya ada tiga tempat:
a.  Di dalam azan menggantikan hayya 'alash shalah. Berdasarkan hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Bukhari.
b.  Setelah selesai azan. Imam Nawawi berkata, "Akan tetapi, mengucapkannya setelah azan lebih baik, agar susunan azan seperti biasanya…dst."
c.   Di dalam azan setelah mengucakan hayya 'alal falaah (dengan menyebut hayya 'alash shalah sebelumnya). Hal ini berdasarkan hadits seseorang yang berasal dari daerah Tsaqif, bahwa ia mendengar muazin Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di malam hari yang sedang turun hujan ketika safar mengucapkan, "Hayya 'alsh shalaah, Hayya 'alal Falah, kemudian, "Shalluu fii rihaalikum." (HR. Nasa'i)
Kekeliruan dalam azan
-    Azan menggunakan radio atau kaset.
-    Mengawali azan dengan bacaan-bacaan tertentu, seperti bacaan "Innallaha wa malaa'ikatahu yushalluuna 'alan nabi…dst." atau "Subhaanallah, wal hamdulillah…dst."
-    Mengawali azan dengan menabuh bedug. Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menolak memanggil manusia untuk shalat dengan cara seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi yang memakai terompet, orang Nasrani yang memakai lonceng dan orang Majusi yang memakai api.
-    Mengumandangkan azan secara duet.
-    Melantunkan puji-pujian santara azan dan iqamat. Hal ini sudah tentu mengganggu orang yang sedang shalat sunat, padahal haram hukumnya mengganggu orang yang sedang shalat. Sungguh aneh, ketika anak kecil dimarahi bersuara keras di masjid ketika ada yang sedang shalat, namun orang yang melantunkan puji-pujian dibiarkan, fa innaa lilahi wa innaa ilaihi raaji'uun.

Maraji’: Tafsir Al Qur'anil 'Azhiim (Ibnu Katsir), Al Adzaan wal Iqamah (Dr. Sa'id Al Qahthani), Fiqhus Sunnah (Sayyid Sabiq), Syarh Shahih Muslim (Imam Nawawi), Azan, keutamaan, ketentuan dan 100 kesalahan (Abu Hazim Muhsin) dll.