PERUNDANG-UNDANGAN KELUARGA
ISLAM DAN ISU HAK ASASI MANUSIA DALAM MENJAMIN HAK-HAK KEKELUARGAAN ISLAM
Oleh :
Yasin Yusuf Abdillah
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Latar belakang dari pembuatan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah 'Hukum Perkawinan dan Perceraian di
Dunia Muslim' dengan judul makalah Perundang-undangan Keluarga Islam dan Isu
Hak Asasi Manusia dalam Menjamin Hak-Hak Kekeluargaan Islam. Makalah ini
membahas mengenai HAM ( Hak asasi Manusia) mencakup apa itu definisi hak asasi
manusia, HAM dalam pandangan islam dan juga Hukum Nasional.Yang termaktub dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,
kemudian membahas HAM dalam Kekeluargaan Islam.
Penulis membuat makalah ini sebagai kumpulan
dari hasil pembelajaran penulis mengenai hak asasi manusia. Setelah melakukan penelitian
dan pencarian data-data yang relevan mengenai hak asasi manusia, akhirnya
penulis merangkum informasi-informasi yang telah penulis dapatkan, untuk
menjadi makalah ini.
Manusia yang pada hakikatnya ummat yang satu, ummatun
wahidatun yang mempunyai konsep persaudaraan persamaan dan kebebasan yang
mana terangkum dalam istilah HAM adalah sebuah hak kodrati yang ada pada diri
manusia. Kalau kita melihat sejarah, pembahasan HAM ini sudah ada sejak masa
nabi Muhammad SAW dengan piagam madinahnya, piagam madinah yang dianggap
sebagai undang-undang dasar (UUD) pertama yang dibuat oleh nabi Muhammad saw.[1]
kemudian kalau kita lihat HAM dalam kacamata dunia, HAM dimulai pada masa Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM), kemudian di
inggris tahun 1215, diamerika 1776, di perancis 1789, deklarasi umum PBB 1948
dan di Indonesia sendiri dimulai tahun 1908 samapi dengan sekarang[2].
Dengan banyaknya isu-isu hak asasi manusia yang
berkembang hingga sekarang terutama di dalam keluarga islam, penulis berharap
dengan membahas mengenai hak asasi manusia dalam keluarga islam, sebagai contoh
hak istri (nafkah,dll), hak anak yang selalu diabaikan dalam urusan rumah
tangga sehingga diperlukan aturan yang terangkum dalam sebuah payung hukum
untuk melindungi setiap pribadi seseorang (suami, istri, dan anak) yang
kemudian kita sebut dengan UU (undang-undang). Penulis dapat menyadarkan
masyarakat mengenai pentingnya hak asasi manusia dalam keluarga islam, dan
betapa pentingnya menghormati hak asasi manusia kita sendiri maupun orang lain.
Dengan menghargai hak asasi manusia, akan tercipta tenggang rasa, saling
menghargai, dan kerukunan antar sesama umat manusia, khususnya kerukunan dalam
berumah tangga. Kerukunan dan kedamaian tentunya menjadi impian setiap orang di
dunia, lebih spesifik lagi menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah
karena itulah tujuan hak dalam kekeluargaan islam.
Didalam makalah ini juga akan memberikan
pengetahuan kepada pembaca mengenai pentingnya HAM dalam kekeluargaan islam,
sehingga dengan membaca tulisan ini, pembaca bisa memahami bahwa HAM dalam
kekeluargaan islam itu sangat penting.
2. Rumusan Masalah
1. Apa defendisi HAM ?
2. Bagaimana HAM dalam Konteks Hukum Nasional dan Islam?
3. Bagaiman Hak Asasi Manusia dalam Menjamin Hak-hak Kekeluargaan dalam hokum nasional
dan Islam ?
4. Analisis Perundang-undangan
Keluarga Islam dan Isu Hak Asasi Manusia
dalam Menjamin Hak-Hak Kekeluargaan Islam indonesia dan Negara muslim lainnya
3. Tujuan dan Manfaat Pembahasan
1. Untuk memahami Defendisi HAM
2. Untuk memahami HAM dalam Konteks Hukum Nasional dan Islam
3. Untuk memahami Hak Asasi Manusia
dalam Menjamin Hak-hak Kekeluargaan dalam hukum nasional dan Islam
4. Untuk memahami Analisis Perundang-undangan
Keluarga Islam dan Isu Hak Asasi Manusia
dalam Menjamin Hak-Hak Kekeluargaan Islam Indonesia dan Negara lainnya
4. Batasan Pembahasan
Karena pembahasan HAM sangat luas, maka
penulis membatasi pembahasan masalah ini hanya dalam ruang lingkup HAM dalam Menjamin
Hak-Hak Kekeluargaan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian HAM
HAM
berasal dari tiga kata yakni hak, asasi, manusia. Istilah hak berasal dari
bahasa Arab al-haqq dalam kamus bahasa arab al haqq berarti hak, kebenaran,
kepunyaan[3],
sedangkan dalam bahasa inggris, istilah hak identik dengan kata-kata rights. Defendisi hak adalah sesuatu yang melekat
pada diri manusia, bersifat universal, dan tidak dapat dicabut serta terkait
dengan adanya kewajiban terhadap orang lain[4].
Sedangkan
istilah asasi dalam bahasa arab disebut al asas dalam kamus bahasa arab al
asas berarti asas, sendi, dasar, alasan[5], yang
dalam bahasa inggris disebut dengan base. Kesemuaannya memiliki akar
pengertian yang sama, yakni sesuatu yang melekat dan mendasar pada suatu subjek
atau objek tertentu[6].
Sedangkan
manusia dalam bahasa Arab setara dengan kata al-insan, dalam kamus
bahasa arab insan berarti manusia[7], sedangkan
dalam bahasa inggris setara dengan human. Apabila ketiga rumpun di atas
digabungkan menjadi satu, terbentuklah term HAM dalam bahasa arab disebut al
huquq al insaniyah al asasiyah, sedangkan dalam bahasa inggris popular
dengan istilah human rights[8].
Dari
defendisi diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa HAM adalah hak asasi manusia
yang paling dasar, abadi, universal dan tidak dapat dicabut karena adanya
kewajiban yang dimiliki setiap orang.
B. HAM dalam konteks Undang- undang dan
Hukum Islam
1.
HAM dalam konteks Undang- undang positif/Hukum Nasional
Kalau
kita berbicara mengenai masalah HAM, tidak terlepas dari UUD 1945, yang mana
didalam UUD telah dicantumkan masalah HAM. HAM dalam UUD 1945 terdiri dari 7
pasal, yakni pasal 27,28,29,30,31,33, dan 34[9]. Tulisan
ini membuktikan bahwa HAM dalam hukum nasional, atau dalam undang-undang
positif adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.[10]
Dalam Tap.MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia menyatakan, bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat
pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan
Yang Maha Esa dan berfungsi unutk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan,
perkembangan manusia, dan masyarakat yang tidak boleh di abaikan, dirampas,
atau diganggu gugat oleh siapapun.[11]
Pelanggaran
HAM yaitu setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara
baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian, membatasi dan atau
mencabut hak asasi manusia seorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
undang-undang ini, dan tidak mendapatkan atau dikawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum
yang berlaku.[12]
Didalam
Hukum
Nasional UU No 39 THN 1999 maupun di dalam Tap. MPR No. XVII / MPR / 1998 tentang Hak
Asasi Manusia mencakup :
1.
Hak untuk hidup
2.
Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan
3.
Hak Mengembangkan Diri
4.
Hak Keadilan
5.
Hak Kemerdekaan
6.
Hak atas Kebebasan Informasi
7.
Hak Keamanan
8.
Hak Kesejahteraan
10.
Perlindungan dan Kemajuan
Dengan lahirnya undang-undang no 39
tahun 1999 tentang hak asasi manusia yang merupakan pelaksanaan lebih lanjut
dari perintah ketetapan MPR XVII/MPR/1998 semakin menunjukkan perhatian dan
keseriusan Indonesia dalam melindungi dan menegakkan hak asasi manusia di
Indonesia.[13]
Dari beberapa defendisi maupun
kutipan kutipan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa dilihat dari konteks
hukum, HAM dapat diartikan sebagai perkumpulan peraturan-peraturan yang di
jadikan buku, sehingga kita sebut dengan perundang-undangan yang memiliki
kekuatan hukum tetap yang didalamnya berisi tentang peraturan yang bersifat
mengikat dan memaksa, dan bagi yang melanggarnya disebut dengan pelanggaran HAM.
Dengan adanya perundang-undangan
tentang HAM tersebut bisa memberikan kenyamanan bagi setiap orang, karena
materi yang lengkap dalam membahas/melindungi mengenai hak-hak dasar manusia
itu sendiri. Sehingga UU tentang HAM sebagai payung hukum bagi setiap warga
Negara.
2.
HAM dalam Konteks Islam
Kalau
kita berbicara tentang hak-hak asasi manusia dalam islam maka yang kita
maksudkan adalah hak hak yang diberikan kepada tuhan. Hak -hak yang diberikan
oleh raja raja atau majelis- majelis legislative dengan mudahnya bisa dicabut
kembali semudah saat memberikannya, tetapi tidak ada individu maupun lembaga
yang memiliki wewenang untuk mencabut hak-hak yang diberikan oleh tuhan[14].
Dalam
islam kita tidak bisa terlepas dari al qur'an. Didalam al qur'an perlindungan
HAM sudah digambarkan oleh alloh, Beberapa ayat
yang menunjukkan penghormatan HAM dalam ajaran Islam antara lain :
- Hak Persamaan dan Kebebasan (QS. Al-Isra : 70, An Nisa : 58, 105,
107, 135 dan Al-Mumahanah : 8).
- Hak Hidup (QS. Al-Maidah : 45 dan Al - Isra : 33). Hak Perlindungan
Diri (QS. al-Balad : 12 - 17, At-Taubah : 6).
- Hak Kehormatan Pribadi (QS. At-Taubah : 6).
- Hak Keluarga (QS. Al-Baqarah
: 221, Al-Rum : 21, An-Nisa 1, At-Tahrim :6).
- Hak Keseteraan Wanita dan
Pria (QS. Al-Baqarah : 228 dan Al-Hujrat : 13). Hak Anak dari Orangtua
(QS. Al-Baqarah : 233 dan surah Al-Isra : 23 - 24).
- Hak Mendapatkan Pendidikan (QS. At-Taubah : 122, Al-Alaq : 1 - 5).
- Hak Kebebasan Beragama (QS. Al-kafirun : 1 - 6, Al-Baqarah : 136
dan Al Kahti : 29).
- Hak Kebebasan Mencari Suaka (QS. An-Nisa : 97, Al Mumtaharoh : 9).
- Hak Memperoleh Pekerjaan (QS. At-Taubah : 105, Al-Baqarah : 286,
Al-Mulk : 15).
- Hak Memperoleh Perlakuan yang Sama (QS. Al-Baqarah 275 - 278,
An-Nisa 161, Al-Imran : 130).
- Hak Kepemilikan (QS. Al-Baqarah : 29, An-Nisa : 29).
- Dan Hak Tahanan (QS. Al-Mumtahanah : 8).
HAM, kalau dilihat
dari sudut pandang maqashid syariah sangat penting, karena HAM ketika
dikomparasikan dengan maqashid syari’ah, ternyata berkaitan sekali.
Karena maqas hid sendiri berusaha
untuk menjaga kemaslahatan seseorang. Disinilah letak relevansi antara HAM
dengan maqas hid[15].
Tujuan sayari'at Islam adalah menegakkan
keadilan dan mewujudkan kemaslahatan yang dilakukan dengan melindungi kebebasan
beragama (hifdzu al-din) , melindungi harta dan hak milik ( hifdzu
al-mal) , melindungi kebebasan berpendapat (hifdzu al-aql) ,
melindungi proses regenerasi umat manusia ( hiufdzu al-nasl) dan
melindungi jiwa (hifdzu al-nafs).[16]
Untuk lebih mendalam,
penulis menerangkan lebih rinci lagi mengenai tujuan syariat islam dalam HAM dan memasukkan ayat ayat al qur'an sebagai
pendudukung. Tujuan syariat islam yaitu :
1. Hifdzu
al-Din (penghormatan atas kebebasan beragama)
Islam memberikan penghormatan dan kebebasan
berkeyakinan dan beribadah. Setiap pemeluk agama berhak atas agama dan
madzhabnya. Seseorang tidak boleh dipaksa untuk meninggalkan agamanya menuju
agama atau madzhab lainya dan tidak seorangpun boleh memaksa dan menekan orang
lain untuk berpindah dari keyakinanya untuk masuk Islam (Q.S. al-Baqoroh :
256).
2. Hifdzu
al-Mal (penghormatan atas harta benda)
Dalam ajaran islam harta adalah milik Allah SWT
yang dititipka-Nya pada Alam dan manusia sbagai anugerah. Seluruh bumi beserta
segala yang terkandung di dalamnya, dan apa yang berada di atasnya telah
dijadikan Allah SWT untuk seluruh manusia.
Artinya : “Dan Allah telah meratakan bumi untuk
makhluk-Nya.” ( Q.S.al-Rahman : 10)
Artinya : “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya
dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian)
dari hartanya memperoleh pahala yang besar.( Q.S.al-Hadid : 7)
3. Hifdzu
al-Nafs wa al-‘Ird (penghormatan atas jiwa, hak hidup dan
kehormatan individu).
Dalam
ajaran Islam, penghormatan atas jiwa, hak hidup dan kehormatan individu
merupakan hak dasar dan tumpuan dari semua hak. Hak-hak lain tidak akan ada dan
relevan tanpa perlindungan hak hidup. Maka perlindungan al-Qur’an terhadap hak
ini sangat jelas dan tegas :
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum)
bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan
karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan
dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang
kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui
batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”( Q.S al-Maidah : 32)
Karena
penghargaan yang tinggi terhadap jiwa dan kehidupan maka al-Qur’an memberikan
sangsi yang tegas terhadap siapapun yang mengingkarinya. Qishas atau
hukuman mati terlahir dari spirit perlindungan ini. Al-Qur’an menegaskan :
“ Dan dalam qishaash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertakwa.” (Q.S. al-Baqoroh : 179)
4. Hifdzu
al-‘Aql (penghormatan atas kebebasan berfikir)
Penghormatan
atas kebebasan berfikir serta hak atas pendidikan merupakan penjabaran yang
amat penting dari prinsip hifdz al-aql. Menjaga akal budi
dari zat-zat yang memabukan merupakan perlindungan primer, maka pendidikan
merupakan pemenuhan hak-hak sekunder untuk pengembanganya. Tanpa pendidikan
yang memadai akal sebagai anugerah penting dari Tuhan kurang bernilai dan
menyia-nyiakan anugerah Tuhan.
5. Hifdzu
al-Nasl (keharusan untuk menjaga keturunan)
Dalam
ajaran Islam menjaga dan memelihara keturunan di manifestasikan dengan disyariatkan
lembaga pernikahan. Islam memandang lembaga pernikahan sebagai cara melindungi
eksistensi manusia secara terhormat dan bermartabat. Islam tidak menganjurkan,
meski tidak mengharamkan secara mutlak hidup celibat/membujang. Bagi yang
menjalankan pernikahan secara penuh tanggungjawab dijanjikan dengan kemuliaan.
Sebab dengan pernikahan yang penuh tanggungjawab dan harmonis, generasi manusia
yang saleh dapat dibina dari satu generasi kegenerasi secara berkesinambungan.
Lima hal
dijelaskan diatas adalah merupakan pokok dari maqasid syari'ah. Disusun menurut
cara peringkat berdasarkan kepentingan, dalam arti yang disebutkan lebih dahulu
yang lebih penting daripada yang disebutkan sesudahnya.[17]
Dari
paparan diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwasanya HAM dalam konteks Islam
adalah wahyu allah berupa al qur'an yang mencakup masalah hak yang diberikan
allah kepada hambanya karena diberi kewajiban melalui syariat islam.
C. Hak Asasi Manusia dalam Menjamin Hak-hak Kekeluargaan
1.
Hak Asasi Manusia dalam Menjamin Hak-hak Kekeluargaan dalam Tap.MPR
No.XVII/MPR/1998 dan UU No 39 THN 1999
Didalam UUD 1945 yang
berkaitan dengan hak dalam berkeluarga disebutkan dalam BAB XA pasal 28 B
menyatakan bahwa" setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah".[18]
Didalam Ketetapan
majelis permusyawaratan rakyat republik Indonesia nomor XVII/MPR/1998 TENTANG HAK ASASI MANUSIA BAB
II HAK
BERKELUARGA DAN MELANJUTKAN KETURUNAN
Pasal 2
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah.
Sedangkan
dalam Undang-undang Republik Indonesi nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia Bagian Kedua
Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan.
Pasal 10
- Setiap orang berhak membentuk suatu
keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
- Perkawinan yang sah hanya dapat
berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang
bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari
penelitian Hak-hak Kekeluargaan dalam Tap.MPR No.XVII/MPR/1998 dan UU No 39 THN 1999 diatas, membuktikan bahwa UU sangat
menjamin HAM dalam terpenuhi hak-hak
keluargaan. Sebagai peraturan pemerintah yang menjadi payung hukum maka
setiap warga Negara guna melangsungkan kehidupan rumah tangga tidak
dikhawatirkan lagi akan terganggu hak-haknya antara satu dengan yang lain.
Karena ada payung hukum dalam konteks ini adalah UU yang melindungi dan
menjaganya. Bagi istri, maupun anak akan terjamin dalam kehidupan keluarganya.
Baik itu nafakah, maupun warisnya.
2.
Hak Asasi Manusia dalam Menjamin Hak-hak Kekeluargaan dalam Islam
Didalam perundang -undangan Islam, guna
menjamin hak-hak kekeluargaan diatur oleh UU Perkawinan No 1 tahun 1974, dan
juga KHI (Kompilasi Hukum Islam)
yang disahkan melalui inpres No 1 tahun 1991 sebagai pedoman hakim dalam
memutuskan perkara Hukum keluarga.
Dalam
membina rumah tangga, hak-hak kekeluargaan menurut UU perkawinan no 1 tahun
1974, termaktub dalam BAB VI mengenai HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI pasal 30
sampai 34. Sedangkan dalam KHI, hak dan kewajiban suami istri diatur pada BAB
XII pasal 77.
Didalam
Al-qur'an Allah menjadikan perkawinan sebagai sarana mendapatkan ketentraman.
Bahkan Allah memerintahkan para wali mengawinkan orang-orang yang bujangan di
bawah perwaliannya, dalam Surah Annur ayat 32. Allah menentukan hak dan
kewajiban sesuai dengan fithrah yang telah diberikan pada diri manusia dan
sesuai dengan beban yang dipikul individu.
(#qßsÅ3Rr&ur 4yJ»tF{$# óOä3ZÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur ô`ÏB ö/ä.Ï$t6Ïã öNà6ͬ!$tBÎ)ur 4 bÎ) (#qçRqä3t uä!#ts)èù ãNÎgÏYøóã ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ììźur ÒOÎ=tæ ÇÌËÈ[19]
"Dan
kawinkanlah orang-orang yang sedirian[20]
diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya)
lagi Maha mengetahui".
Pada tingkat negara dan keluarga menjadi
kepemimpinan pada kepala keluarga yaitu kaum laki-laki. Inilah yang dimaksudkan
sebagai kelebihan laki-laki atas wanita surah an-Nisa’, 4: 34 :
"Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri[21]
ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)[22].
wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[23],
Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[24].
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar"[25].
Tetapi dalam hak dan kewajiban masing-masing
memiliki beban yang sama. Surah al-Baqarah, 2: 228.
"Wanita-wanita
yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'[26].
tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya,
jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak
merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah.
dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan
daripada isterinya[27].
dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana[28]".
Dalam
surah Ar-Rum ayat 21 :
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir"[29].
Dalam
surah An-Nisa ayat 1 :
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[30]
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[31],
dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu"[32].
Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari :
حَدِيثُ
أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ
خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا
مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو
الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبٌ شَهْرُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى
وَشَعْبَانَ ثُمَّ قَالَ أَيُّ شَهْرٍ هَذَا قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ
قَالَ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ
أَلَيْسَ ذَا الْحِجَّةِ قُلْنَا بَلَى قَالَ فَأَيُّ بَلَدٍ هَذَا قُلْنَا
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ
سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ أَلَيْسَ الْبَلْدَةَ قُلْنَا بَلَى قَالَ
فَأَيُّ يَوْمٍ هَذَا قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَسَكَتَ حَتَّى
ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ أَلَيْسَ يَوْمَ النَّحْرِ
قُلْنَا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ
قَالَ مُحَمَّدٌ وَأَحْسِبُهُ قَالَ وَأَعْرَاضَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ
كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا
وَسَتَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ فَيَسْأَلُكُمْ عَنْ أَعْمَالِكُمْ فَلَا تَرْجِعُنَّ
بَعْدِي كُفَّارًا أَوْ ضُلَّالًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ أَلَا
لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَلَعَلَّ بَعْضَ مَنْ يُبَلِّغُهُ يَكُونُ
أَوْعَى لَهُ مِنْ بَعْضِ مَنْ سَمِعَهُ ثُمَّ قَالَ أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ.[33]
Diriwayatkan dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sesungguhnya beliau telah
bersabda: Sesungguhnya zaman itu akan terus berlalu sebagaimana saat
Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan. Empat di
antaranya ialah bulan-bulan yang haram, tiga di antaranya berturut-turut, yaitu
bulan Dzulqa’idah, Dzulhijjah dan Muharram. Bulan Rajab adalah bulan Mudhar (nama satu kabilah) yang terletak antara
Jumadilakhir dan Sya’ban. Kemudian beliau bertanya: Bulan apakah ini؟ Kami menjawab: Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui. Sejenak beliau hanya diam saja. Sehingga kami menyangka bahawa beliau
akan menyebutnya dengan nama lain. Beliau bertanya: Bukankah ia bulan
Dzulhijjah؟ Kami menjawab: Benar. Beliau bertanya lagi:
Negeri apakah ini؟ Kami menjawab: Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui. Sejenak beliau hanya diam saja. Sehingga kami menyangka bahwa beliau
akan menyebutnya dengan nama yang lain. Beliau bersabda: Bukankah ia
negeri Baldah؟ Kami menjawab: Benar. Beliau bertanya: Hari
apa kah ini؟ Kami menjawab: Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui. Sejenak beliau diam saja. Sehingga kami menyangka bahwa beliau akan
menyebutnya dengan nama lain. Beliau s.a.w bersabda lagi: Tidakkah itu
hari an-Nahr (hari raya qurban)? Kami menjawab: Benar, wahai Rasulullah.
Lalu beliau bersabda:
Sesungguhnya darahmu, harta bendamu (kata Muhammad, aku menyangka beliau
bersabda pula) dan kehormatanmu adalah haram/ dimuliakan-dilindungi atas
dirimu, seperti haramnya/ mulianya-dilindunginya harimu yang sekarang ini, di
negerimu ini dan di bulanmu ini. Kamu akan bertemu dengan Tuhanmu. Dia akan
bertanya kepadamu mengenai semua amalan kamu. Maka selepasku nanti janganlah
kamu kembali kepada kekufuran atau kesesatan, di mana kamu akan berkelahi
antara satu sama lain. Ingat, hendaklah orang yang hadir pada saat ini mesti
menyampaikan kepada orang yang tidak ada pada waktu ini. Boleh jadi sebahagian
dari mereka yang mendengar dari mulut orang kedua lebih dapat menjaga daripada
orang yang mendengarnya secara langsung. Kemudian beliau bersabda: Ingat,
bukankah aku telah menyampaikannya? (HR Bukhari dan
Muslim/ muttafaq ‘alaih).
Dari hadis
diatas dapat disimpulkan bahwa “Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas
kamu.”
Itulah hak asasi manusia yang harus di pegang dan dipelihara oleh setiap umat
muslim.
Didalam Hak-hak
kekeluargaan islam, selain mengatur hak
suami dan istri, disitu juga ada hak seorang anak. Dalam islam biasa disebut
dengan hak hadhanah (hak asuh anak) meliputi pemeliharaan, pembiyaan,
daan lain sebagainya.
D. Analisis Perundang-undangan
Keluarga Islam dan Isu Hak Asasi Manusia dalam Menjamin Hak-Hak Kekeluargaan
Islam
Perundang-undangan
keluarga islam di Indonesia termaktub dalam UU perkawinan No 1 tahun 1974,
kemudian Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) yang disahkan melalui inpres No 1 tahun 1991
sebagai pedoman hakim dalam memutuskan perkara Hukum keluarga. Isu isu yang
sering muncul dalam hukum keluarga muslim yaitu masalah :
a.
Perkawinan
b.
Perceraian
c.
Waris
Dengan
adanya Hak Asasi
Manusia dalam Menjamin Hak-Hak Kekeluargaan Islam, maka dapat menepis isu isu
yang di lontarkan dalam masalah keluarga, sehingga terjadi keseimbangan hak
antara kaum laki laki dan perempuan dalam membina rumah tangga.
Sebenarnya tujuan utama dalam
perundang-undangan islam adalah untuk meningkatkan status atau kedudukan perempuan
dalam memperkuat hak-hak keluarga. Dalam masalah perkawinan misalnya[34] :
- Masalah batas umur untuk nikah
- Masalah pencatatan perkawinan
- Masalah prosedur perceraian
- Poligami
- Bagian warisan laki-laki dan perempuan
- Dan wasiat wajibah
Dari isu-isu persoalan diatas, ketika diatur
dalam perundang-undangan maka hak asasi manusia akan terpenuhi, sehingga
terjadi keseimbangan antara laki-laki dan perempuan dalam mengurus keluarga.
Karena apa? segala sesuatu yang menyangkut masalah hak sudah diatur.
Kalau
kita berbicara mengenai hak dalam kekeluargaan, maka kita akan terfikir
mengenai hak suami istri. Karena apa ? dalam hidup berkeluarga tentunya ada
suami dan istri. Di Indonesia, telah diatur sub bab husus mengenai hak suami
maupun istri. Yaitu terdapat pada BAB
VI HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTERI[35].
Sedangkan dalam KHI (kompilasi hukum islam) sub bab yang mengatur masalah hak
dan kewajiban suami istri yaitu BAB XII HAK DAN KEWJIBAN SUAMI ISTERI[36].
Selain persoalan diatas, ada persoalan penting
yang perlu dibahas dalam hukum keluarga. Persoalan itu menyangkut dengan
masalah hak anak.
Permasalahan anak itu muncul ketika tidak
adanya pencatatan perkawinan dan juga akibat perceraian. kalau seandainya
pencatatan perkawinan tidak dicatat maka hak hukum anak akan kacau balau. Hak
anak juga sangat penting untuk didiskusikan karena bagian dari keluarga. Oleh
karena itu pembahasan hak anak dalam hukum keluarga muslim sangat dibutuhkan.
Didalam perundangan Indonesia, hak anak diatur
dalam UU No 39 Tahun 1999 Bagian Kesepuluh pasal 52- 66, dalam UU No 1 Tahun
1974 diatur pada Bab X Hak dan Kewajiban Antara Orang tua dan Anak pasal 45-49,
sedangkan dalam KHI diatur pada Bab XIV tentang Pemeliharaan Anak Pasal 98-106.
Dengan perpaduan suami, istri, dan anak, upaya
untuk menuju proses humanisasi dalam relasi hak dan kewajiban antar anggota yang harmonis dan seimbang dalam
rumah tangga akan terwujud. Yang dimaksud dengan keseimbangan disini bukanlah
kesamaan wujud sesuatu dan karakternya, tetapi yang dimaksud adalah bahwa
hak-hak antara mereka itu saling mengganti dan melengkapi.[37]
Semua
hal kalau dalam masalah hukum keluarga itu diperundang-undangkan, maka hak
asasi sesama anggota keluarga baik itu hak suami, istri dan anak akan
tersalurkan dan isu mengenai hak hak dalam menjamin keluarga akan terjawab.
Oleh karena itu dibutuhkanlah Perundang-undangan Keluarga Islam untuk
menjawab Isu Hak Asasi Manusia dalam Menjamin Hak-Hak Kekeluargaan Islam.
Terkait
masalah Hak-hak Anak. Didalam hukum keluarga islam hak-hak anak yang wajib
dipenuhi oleh orang tuanya adalah berupa pemberian sandang dan pangan.
Disamping itu, anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang seimbang
antara pendidikan intelektualitas dan pendidikan Agama, Moral, dan Akhlaknya[38].
Didalam kekeluargaan Islam, yang
berhak memenuhi kewajiban Anak adalah orang tua. Sebagaimana termaktub dalam UU
No 1 Tahun 1974 pasal 45 ayat 1 : "Kedua orang tua wajib memelihara dan
mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya". Ayat 2 : "kewajiban orang
tua yang dimaksud dalam ayat satu pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau
dapat berddiri sendiri kewaajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara
kedua orang putus". Memelihara anak dala Islam biasa disebut dengan Hadhanah.
Orang tua berkewajiban memberi nafakah anak. Ulama fiqih menyamakan
kewajiban hadhanan ini dengan biaya menyusui anak tersebut. Kalau seorang istri
masih dalam ikatan perkawinan atau dalam iddah raj'i, maka istri tidak berhak
menerima biaya tersendiri untuk hadhanah[39].
Bagaimana jika terjadi prceraian ? menurut Imam Madzab, yang berhak memelihara
anak pasca perceraian yaitu[40] :
Imam
Hanafi mengatakan, untuk anak perempuan ibu lebh berhak atas anaknya hingga
anak itu besar dan dapat berdiri sendiri dalam memenuhi keperluan makan, minum,
pakaian, beristinjak, dan berwudhu. Imam Malik mengatakan, ibu lebih berhak
memelihara anak perempuan hingga ia menikah, untuk anak laki-laki juga demikian
hingga anak itu dewasa. Imam Syafii mengatakan, ibu lebih berhak memelihara
anak hingga anak tersebut berusia tujuh tahun baik anak perempuan maupun anak
laki-laki. Imam Hambali mengatakan, ibu
lebih berhak atas anak laki-laki hingga beusia tujuh tahun , sedangkan untuk
anak perempuan setelah berumur tujuh tahun ia tetap bersama ibunya tanpa ada
pilihan.
Hak
asasi dalam Islam (keluarga) berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang
umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu
yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: “Sesungguhnya
darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu.” (HR. Bukhari dan
Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini,
melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh,
negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada
perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam
tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan
untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di
bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat.
Negara juga
menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab
pemerintah mempunyai tugas sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak
berhak untuk tetap memerintah. Allah berfirman:
“Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan
kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah
kembali semua urusan.” (QS Al-Hajj, 22: 4)
Didalam
Undang undang HAM nasional/Negara, maka kewajiban Negara melindungi hak,
martabat manusia secara objektif. Baik itu Muslim maupun non Muslim, sedangan
dalam hukum islam, maka hak-hak dari tuhan secara kodrati terpenuhi guna
mencapai tujuan maqasid syari'ah.
Sedangkan
Hak Asasi Manusia Dalam Menjamin Hak-hak Kekeluargaan dalam Negara
Muslim lainnya
penulis paparkan bertujuan untuk
membandingkan dan juga memahami Hak Asasi Manusia Dalam Menjamin Hak-hak
Kekeluargaan di Negara muslim lainnya, disini penulis memasukkan beberapa
Negara untuk membahas sedikit tentang HAM dalam kekeluargaan yang penulis kutip
dari tulisannya Prof. Khoiruddin Nasution.
Setelah
mengkaji dan juga membahas dari beberapa buku, penulis menemukan data
bahwasanya[41]
:
1.
Yordania
Di
Negara yordania, tidak ada sub khusus yang membicarakan hak dan kewajiban
antara suami dan istri, akan tetapi ada beberapa pasal yang membicarakannya.
Seperti kewajiban suami, kewajiban istri, dan kewajiban dan hak keduanya. Dalam
masalah anak, istri tidak boleh menafkahi anak-anak yang didapatkan dari suami
lain.
2.
Syria
Di
Syria juga tidak mencantumkan pembahasan khusus tentang hak-hak dan kewajiban
suami dan istri. Tetapi dapat masuk di dalamnya pembahasan perumahan
(akomodasi) bagian ke 2 dari bab ke 4, pasal 60-70 yaitu tentang kewajiban
suami, dan kewajiban istri.
Dalam
kasus poligami, suami tidak boleh membiarkan keluarga tinggal bersama istri,
kecuali anak kecil yang belum dewasa, kalau dengan kehadiran tersebut
mengganggu istri.s
- Tunisia
Dalam
UU Tunisia, secara tegas tidak ada aturan tentang hak dan kewajiban suami dan
istri. Tetapi dalam pasal 23 disebutkan bahwa :
a.
Suami
harus memberlakukan istrinya dengan baik dan wajib memelihara dari kemungkinan
yang membahayakan.
b.
Suami
harus mencukupi nafkah keluarga (istri dan anak-anak) sesuai dengan
kemampuannya.
c.
Istri
dianjurkan membantu suami mencukupi kebutuhan rumah tangga.
d.
Istri
harus patuh kepada suami sebagai kepala keluarga.
e.
Istri
wajib melakukan tugas-tugas rumah sesuai dengan kebiasaan setempat.
Dan
masih banyak lagi Negara muslim yang memasukkan HAM dalam menjamin hak dalam kekeluargaan,
walaupun tidak memasukkan HAM sebagai sub bab khusus dalam UU nya. Seperti
Maroko da Kuwait. Sedangkan Negara yang memberlakukan HAM sebagai sub bab khusu
yaitu Aljazair dan Yaman.
Dengan
membandingkan dan mengintegrasikan masalah hak dan kewajiban suami, istri, dan
anak guna mewujudkan tujuan perkawinan, bisa ditarik kesimpulan bahwa kewajiban
antara suami istri adalah berimbang, dan diantara kedua orang tua mempunyai
kewajiban memelihara (hadhanah) anak. Undang-undang keluarga guna menjaga hak
asasi manusia dalam keluarga Negara-negara muslim lain, sebenarnya secara
prinsip Indonesia lebih bagus dan baik dalam mengatur masalah tersebut. Karena
apa ? Indonesia mengaturnya dengan rinci dan detail disbanding dengan
Negara-negara lain, baik itu dalam hak asasi suami istri maupun anak. Indonesia
memasukkan peraturan tersebut kedalam bab dan sub bab tersendiri, sedangkan
dinegara lain tidak.
BAB
III
PENUTUP
- Kesimpulan
Dari
pemaparan makalah diatas, penulis menyimpulkan bahwa Undang-undang positif
maupun dalam undang-undang Islam, sangat menjungjung tinggi hak-hak manusia.
Terutama dalam masalah hukum keluarga, terbukti dalam UU Hak Asasi Manusia dalam Menjamin Hak-hak Kekeluargaan dalam Tap.MPR
No.XVII/MPR/1998 dan juga dalam UU No 39 THN 1999 tentang HAM, itu terbukti kepedulian
pemerintah dalam menjaga hak hak setiap warga negaranya.
Didalam perundang -undangan Islam, guna
menjamin hak-hak kekeluargaan diatur oleh UU Perkawinan No tahun 1974, dan juga
KHI (Kompilasi Hukum Islam) yang disahkan
melalui inpres No 1 tahun 1991 sebagai pedoman hakim dalam memutuskan perkara
Hukum keluarga.
Didalam
Ayat-ayat al-qur'an maupun juga hadis nabi juga menjungjung tinggi masalah hak
manusia itu sendiri, teruama perempuan guna mendapatkan hak yang seimbang
antara laki-laki, perempuan, dan juga Anak. Sebagaimana termaktub dalam surat
al-baqarah ayat 228, an nisa ayat 34, dll.
- Saran
Bagi
masyarakat dan juga akademisi, lebih khusus lagi para pembaca untuk bisa
mengembangkan lebih dalam lagi masalah Ham dalam menjamin hak hak keluarga, dan
juga pesan penulis untuk tidak sewenang wenang menggunakan ham sebagai alat
untuk melawan hukum yang benar benar terbukti salah.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur'an.
Abu syuqqah, Abdul Halim, Kebebasan Wanita jilid 5 , (Jakarta:Gema
Insani, 1998).
Abdul Baqi, Muhammad fu'ad, Kumpulan Hadits Shahih Bukhari
Muslim, (Solo:insan kamil, 2010).
Abul A'la Mawdudi, Mawlana, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam,
(Jakarta:Bumi Aksara, 1995).
Hayat, Henry, HAK ASASI MANUSIA, The London School of Public Relations
Jakarta, 2008.
Istiqamah, Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia,
Al-Risalah Volume 11 Nomor 1 mei 2011.
kosasih, Ahmad, HAM dalam perspektif Islam, menyingkap persamaan
dan perbedaan antara islam dan barat, (Jakarta:Salemba Diniyah, 2003).
Kasdi, Abdurrahman, MAQASHID
SYARI’AH DAN HAK ASASI MANUSIA; Study Komparatif antara HAM Perspektif
Islam dan Perundang-undangan Modern.
KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR
XVII/MPR/1998 TENTANG HAK ASASI MANUSIA, bagian C. SEJARAH, PENDEKATAN; DAN
SUBSTANSI, Nomor
2. Pendekatan dan Substansi Sub a.
Mulia, Musdah, Islam dan Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta :Naufan
Pustaka, 2010).
Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Al- Aamah, Fiqih Empat
Mazhab (Bandung:Hasyimi,2015).
Nasution, Khoiruddin, Hukum Perkawinan 1, dilengkapi
perbandingan UU Negara Muslim Kontemporer, (Yogyakarta:academia + tazzafa,
2004).
Nurrohman, HUKUM ISLAM
DAN PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA (Studi atas
Problematika Formalisasi Syari'at Islam di di
Dunia Islam dan di Indonesia), Disampaikan pada kesempatan Annual Conference on Islamic Studies
–ANCIS ke-7 di Pekanbaru Riau yang diselenggarakan pada tanggal 21-24
November 2007.
Djamaan Nur, Fiqh Munakahat (Semarang : CV. Toha Putra
Semarang,2015).
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh 2, (Jakarta:Kencana,cetakan ke
4, 2008).
Yusdani, Menuju
FIQH Keluarga Progresif, (Yogyakarta: Kaukaba, 2015).
Yunus, Mahmud, Kamus
Arab-Indonesia, (Jakarta:hidakarya agung, 1989).
Undang-undang Republik Indonesi nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia Bab 1 Pasal 1.
[9]Ahmad kosasih, HAM
dalam perspektif Islam, menyingkap persamaan dan perbedaan antara islam dan
barat (Jakarta:Salemba Diniyah, 2003),hal.96.
[11]KETETAPAN MAJELIS
PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR XVII/MPR/1998 TENTANG HAK ASASI
MANUSIA, bagian C. SEJARAH, PENDEKATAN; DAN SUBSTANSI, Nomor 2. Pendekatan dan Substansi Sub a .
[13]Istiqamah, Penegakan
Hak Asasi Manusia di Indonesia, Al-Risalah Volume 11 Nomor 1 mei 2011, hal.
19.
[14]Mawlana Abul
A'la Mawdudi, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam, (Jakarta:Bumi Aksara,
1995),hal.10.
[15]Abdurrahman Kasdi, MAQASHID SYARI’AH DAN HAK ASASI MANUSIA; Study Komparatif antara HAM Perspektif Islam dan Perundang-undangan
Modern
[16]Nurrohman, HUKUM ISLAM DAN PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA (Studi atas Problematika
Formalisasi Syari'at Islam di di
Dunia Islam dan di Indonesia), Disampaikan
pada kesempatan Annual Conference on Islamic Studies –ANCIS ke-7 di
Pekanbaru Riau yang diselenggarakan pada tanggal 21-24 November 2007.
[17]Amir
Syarifuddin, Ushul Fiqh 2 (Jakarta:Kencana,cetakan ke 4 2008), hal.239.
[20]Maksudnya:
hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita- wanita yang tidak bersuami,
dibantu agar mereka dapat kawin.
[23]Nusyuz: Yaitu
meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti
meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.
[24]Maksudnya:
untuk memberi peljaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya
haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah
dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah
dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. bila
cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan
seterusnya.
[25]QS. An-Nisa (4)
: 34.
[27]Hal ini
disebabkan karena suami bertanggung jawab terhadap keselamatan dan
Kesejahteraan rumah tangga (Lihat surat An Nisaa' ayat 34).
[28]QS. Al-Baqarah
(2) : 228.
[29]QS. Ar-Ruum (30) :
21.
[30]Maksud
dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk)
Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim. di samping itu ada pula
yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa Yakni tanah yang
dari padanya Adam a.s. diciptakan
[31]Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan
sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti
:As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah.
[33]Muhammad fu'ad
Abdul Baqi, Kumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim, (Solo:insan kamil,
2010),hal.494.
[35]Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan BAB VI HAK DAN
KEWAJIBAN SUAMI-ISTERI.
[36]KOMPILASI HUKUM
ISLAM BAB XII HAK DAN KEWJIBAN SUAMI ISTERI
[38]Ahmad kosasih, HAM
dalam perspektif Islam, menyingkap persamaan dan perbedaan antara islam dan
barat,hal.74.
[39]Djamaan
Nur, Fiqh Munakahat (Semarang : CV. Toha Putra Semarang),Hal.123.
[40]Al-
Aamah Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab
(Bandung:Hasyimi,2015), hal.393.
[41]Khoiruddin
Nasution, Hukum Perkawinan 1, dilengkapi perbandingan UU Negara Muslim
Kontemporer, (Yogyakarta:academia + tazzafa, 2004), hal. 281.
0 komentar:
Posting Komentar