Jumat, 15 Januari 2016

PERUNDANG-UNDANGAN KELUARGA ISLAM DAN ISU HAK ASASI MANUSIA DALAM MENJAMIN HAK-HAK KEKELUARGAAN ISLAM

PERUNDANG-UNDANGAN KELUARGA ISLAM DAN ISU HAK ASASI MANUSIA  DALAM MENJAMIN HAK-HAK KEKELUARGAAN ISLAM
Oleh :
Yasin Yusuf Abdillah
BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Latar belakang dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah 'Hukum Perkawinan dan Perceraian di Dunia Muslim' dengan judul makalah Perundang-undangan Keluarga Islam dan Isu Hak Asasi Manusia dalam Menjamin Hak-Hak Kekeluargaan Islam. Makalah ini membahas mengenai HAM ( Hak asasi Manusia) mencakup apa itu definisi hak asasi manusia, HAM dalam pandangan islam dan juga Hukum Nasional.Yang termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, kemudian membahas HAM dalam Kekeluargaan Islam.
Penulis membuat makalah ini sebagai kumpulan dari hasil pembelajaran penulis mengenai hak asasi manusia. Setelah melakukan penelitian dan pencarian data-data yang relevan mengenai hak asasi manusia, akhirnya penulis merangkum informasi-informasi yang telah penulis dapatkan, untuk menjadi makalah ini.
Manusia yang pada hakikatnya ummat yang satu, ummatun wahidatun yang mempunyai konsep persaudaraan persamaan dan kebebasan yang mana terangkum dalam istilah HAM adalah sebuah hak kodrati yang ada pada diri manusia. Kalau kita melihat sejarah, pembahasan HAM ini sudah ada sejak masa nabi Muhammad SAW dengan piagam madinahnya, piagam madinah yang dianggap sebagai undang-undang dasar (UUD) pertama yang dibuat oleh nabi Muhammad saw.[1] kemudian kalau kita lihat HAM dalam kacamata dunia, HAM dimulai pada masa Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM), kemudian di inggris tahun 1215, diamerika 1776, di perancis 1789, deklarasi umum PBB 1948 dan di Indonesia sendiri dimulai tahun 1908 samapi dengan sekarang[2].

 Dengan banyaknya isu-isu hak asasi manusia yang berkembang hingga sekarang terutama di dalam keluarga islam, penulis berharap dengan membahas mengenai hak asasi manusia dalam keluarga islam, sebagai contoh hak istri (nafkah,dll), hak anak yang selalu diabaikan dalam urusan rumah tangga sehingga diperlukan aturan yang terangkum dalam sebuah payung hukum untuk melindungi setiap pribadi seseorang (suami, istri, dan anak) yang kemudian kita sebut dengan UU (undang-undang). Penulis dapat menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya hak asasi manusia dalam keluarga islam, dan betapa pentingnya menghormati hak asasi manusia kita sendiri maupun orang lain. Dengan menghargai hak asasi manusia, akan tercipta tenggang rasa, saling menghargai, dan kerukunan antar sesama umat manusia, khususnya kerukunan dalam berumah tangga. Kerukunan dan kedamaian tentunya menjadi impian setiap orang di dunia, lebih spesifik lagi menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah karena itulah tujuan hak dalam kekeluargaan islam.
Didalam makalah ini juga akan memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai pentingnya HAM dalam kekeluargaan islam, sehingga dengan membaca tulisan ini, pembaca bisa memahami bahwa HAM dalam kekeluargaan islam itu sangat penting.
2.      Rumusan Masalah
1.      Apa defendisi HAM  ?
2.      Bagaimana HAM dalam Konteks Hukum Nasional dan Islam?
3.      Bagaiman Hak Asasi Manusia  dalam Menjamin Hak-hak Kekeluargaan dalam hokum nasional dan Islam ?
4.      Analisis Perundang-undangan Keluarga Islam dan Isu  Hak Asasi Manusia dalam Menjamin Hak-Hak Kekeluargaan Islam indonesia dan Negara muslim lainnya




3.      Tujuan dan Manfaat Pembahasan
1.      Untuk memahami Defendisi HAM
2.      Untuk memahami HAM dalam Konteks Hukum Nasional dan Islam
3.      Untuk memahami Hak Asasi Manusia  dalam Menjamin Hak-hak Kekeluargaan dalam hukum nasional dan Islam
4.      Untuk memahami Analisis Perundang-undangan Keluarga Islam dan Isu  Hak Asasi Manusia dalam Menjamin Hak-Hak Kekeluargaan Islam Indonesia dan Negara lainnya
4.      Batasan Pembahasan
Karena pembahasan HAM sangat luas, maka penulis membatasi pembahasan masalah ini hanya dalam ruang lingkup HAM dalam Menjamin Hak-Hak Kekeluargaan Islam.









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian HAM
HAM berasal dari tiga kata yakni hak, asasi, manusia. Istilah hak berasal dari bahasa Arab al-haqq dalam kamus bahasa arab al haqq berarti hak, kebenaran, kepunyaan[3], sedangkan dalam bahasa inggris, istilah hak identik dengan kata-kata rights.  Defendisi hak adalah sesuatu yang melekat pada diri manusia, bersifat universal, dan tidak dapat dicabut serta terkait dengan adanya kewajiban terhadap orang lain[4].
Sedangkan istilah asasi dalam bahasa arab disebut al asas dalam kamus bahasa arab al asas berarti asas, sendi, dasar, alasan[5], yang dalam bahasa inggris disebut dengan base. Kesemuaannya memiliki akar pengertian yang sama, yakni sesuatu yang melekat dan mendasar pada suatu subjek atau objek tertentu[6].
Sedangkan manusia dalam bahasa Arab setara dengan kata al-insan, dalam kamus bahasa arab insan berarti manusia[7], sedangkan dalam bahasa inggris setara dengan human. Apabila ketiga rumpun di atas digabungkan menjadi satu, terbentuklah term HAM dalam bahasa arab disebut al huquq al insaniyah al asasiyah, sedangkan dalam bahasa inggris popular dengan istilah human rights[8].
Dari defendisi diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa HAM adalah hak asasi manusia yang paling dasar, abadi, universal dan tidak dapat dicabut karena adanya kewajiban yang dimiliki setiap orang.



B.  HAM dalam konteks Undang- undang dan Hukum Islam
1.      HAM dalam konteks Undang- undang positif/Hukum Nasional
Kalau kita berbicara mengenai masalah HAM, tidak terlepas dari UUD 1945, yang mana didalam UUD telah dicantumkan masalah HAM. HAM dalam UUD 1945 terdiri dari 7 pasal, yakni pasal 27,28,29,30,31,33, dan 34[9]. Tulisan ini membuktikan bahwa HAM dalam hukum nasional, atau dalam undang-undang positif adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.[10]
Dalam Tap.MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan, bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi unutk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia, dan masyarakat yang tidak boleh di abaikan, dirampas, atau diganggu gugat oleh siapapun.[11]
Pelanggaran HAM yaitu setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan atau dikawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.[12]
Didalam Hukum Nasional UU No 39 THN 1999 maupun di dalam Tap. MPR No. XVII / MPR / 1998 tentang Hak Asasi Manusia mencakup :
1.      Hak untuk hidup
2.      Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan
3.      Hak Mengembangkan Diri
4.      Hak Keadilan
5.      Hak Kemerdekaan
6.      Hak atas Kebebasan Informasi
7.      Hak Keamanan
8.      Hak Kesejahteraan
9.      Kewajiban
10.    Perlindungan dan Kemajuan
             Dengan lahirnya undang-undang no 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia yang merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari perintah ketetapan MPR XVII/MPR/1998 semakin menunjukkan perhatian dan keseriusan Indonesia dalam melindungi dan menegakkan hak asasi manusia di Indonesia.[13]
             Dari beberapa defendisi maupun kutipan kutipan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa dilihat dari konteks hukum, HAM dapat diartikan sebagai perkumpulan peraturan-peraturan yang di jadikan buku, sehingga kita sebut dengan perundang-undangan yang memiliki kekuatan hukum tetap yang didalamnya berisi tentang peraturan yang bersifat mengikat dan memaksa, dan bagi yang melanggarnya disebut dengan pelanggaran HAM.
             Dengan adanya perundang-undangan tentang HAM tersebut bisa memberikan kenyamanan bagi setiap orang, karena materi yang lengkap dalam membahas/melindungi mengenai hak-hak dasar manusia itu sendiri. Sehingga UU tentang HAM sebagai payung hukum bagi setiap warga Negara.




2.      HAM dalam Konteks Islam
Kalau kita berbicara tentang hak-hak asasi manusia dalam islam maka yang kita maksudkan adalah hak hak yang diberikan kepada tuhan. Hak -hak yang diberikan oleh raja raja atau majelis- majelis legislative dengan mudahnya bisa dicabut kembali semudah saat memberikannya, tetapi tidak ada individu maupun lembaga yang memiliki wewenang untuk mencabut hak-hak yang diberikan oleh tuhan[14].
Dalam islam kita tidak bisa terlepas dari al qur'an. Didalam al qur'an perlindungan HAM sudah digambarkan oleh alloh, Beberapa ayat yang menunjukkan penghormatan HAM dalam ajaran Islam antara lain :
  1. Hak Persamaan dan Kebebasan (QS. Al-Isra : 70, An Nisa : 58, 105, 107, 135 dan Al-Mumahanah : 8).
  2. Hak Hidup (QS. Al-Maidah : 45 dan Al - Isra : 33). Hak Perlindungan Diri (QS. al-Balad : 12 - 17, At-Taubah : 6).
  3. Hak Kehormatan Pribadi (QS. At-Taubah : 6).
  4.  Hak Keluarga (QS. Al-Baqarah : 221, Al-Rum : 21, An-Nisa 1, At-Tahrim :6).
  5.  Hak Keseteraan Wanita dan Pria (QS. Al-Baqarah : 228 dan Al-Hujrat : 13). Hak Anak dari Orangtua (QS. Al-Baqarah : 233 dan surah Al-Isra : 23 - 24).
  6. Hak Mendapatkan Pendidikan (QS. At-Taubah : 122, Al-Alaq : 1 - 5).
  7. Hak Kebebasan Beragama (QS. Al-kafirun : 1 - 6, Al-Baqarah : 136 dan Al Kahti : 29).
  8. Hak Kebebasan Mencari Suaka (QS. An-Nisa : 97, Al Mumtaharoh : 9).
  9. Hak Memperoleh Pekerjaan (QS. At-Taubah : 105, Al-Baqarah : 286, Al-Mulk : 15).
  10. Hak Memperoleh Perlakuan yang Sama (QS. Al-Baqarah 275 - 278, An-Nisa 161, Al-Imran : 130).
  11. Hak Kepemilikan (QS. Al-Baqarah : 29, An-Nisa : 29).
  12. Dan Hak Tahanan (QS. Al-Mumtahanah : 8).
HAM, kalau dilihat dari sudut pandang maqashid syariah sangat penting, karena HAM ketika dikomparasikan dengan maqashid syari’ah, ternyata berkaitan sekali. Karena maqas hid  sendiri berusaha untuk menjaga kemaslahatan seseorang. Disinilah letak relevansi antara HAM dengan maqas hid[15].
Tujuan sayari'at Islam adalah menegakkan keadilan dan mewujudkan kemaslahatan yang dilakukan dengan melindungi kebebasan beragama (hifdzu al-din) , melindungi harta dan hak milik ( hifdzu al-mal) , melindungi kebebasan berpendapat (hifdzu al-aql) , melindungi proses regenerasi umat manusia ( hiufdzu al-nasl) dan melindungi jiwa (hifdzu al-nafs).[16]
Untuk lebih mendalam, penulis menerangkan lebih rinci lagi mengenai tujuan syariat islam dalam HAM dan memasukkan ayat ayat al qur'an sebagai pendudukung. Tujuan syariat islam yaitu :
1.      Hifdzu al-Din (penghormatan atas kebebasan beragama)
Islam memberikan penghormatan dan kebebasan berkeyakinan dan beribadah. Setiap pemeluk agama berhak atas agama dan madzhabnya. Seseorang tidak boleh dipaksa untuk meninggalkan agamanya menuju agama atau madzhab lainya dan tidak seorangpun boleh memaksa dan menekan orang lain untuk berpindah dari keyakinanya untuk masuk Islam (Q.S. al-Baqoroh : 256).
2.      Hifdzu al-Mal (penghormatan atas harta benda)
Dalam ajaran islam harta adalah milik Allah SWT yang dititipka-Nya pada Alam dan manusia sbagai anugerah. Seluruh bumi beserta segala yang terkandung di dalamnya, dan apa yang berada di atasnya telah dijadikan Allah SWT untuk seluruh manusia.
Artinya : “Dan Allah telah meratakan bumi untuk makhluk-Nya.” ( Q.S.al-Rahman : 10)
Artinya : “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.( Q.S.al-Hadid : 7)
3.      Hifdzu al-Nafs wa al-‘Ird (penghormatan atas jiwa, hak hidup dan kehormatan individu).
Dalam ajaran Islam, penghormatan atas jiwa, hak hidup dan kehormatan individu merupakan hak dasar dan tumpuan dari semua hak. Hak-hak lain tidak akan ada dan relevan tanpa perlindungan hak hidup. Maka perlindungan al-Qur’an terhadap hak ini sangat jelas dan tegas :
 “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”( Q.S al-Maidah : 32)
Karena penghargaan yang tinggi terhadap jiwa dan kehidupan maka al-Qur’an memberikan sangsi yang tegas terhadap siapapun yang mengingkarinya. Qishas atau hukuman mati terlahir dari spirit perlindungan ini. Al-Qur’an menegaskan :
“ Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Q.S. al-Baqoroh : 179)
4.      Hifdzu al-‘Aql (penghormatan atas kebebasan berfikir)
Penghormatan atas kebebasan berfikir serta hak atas pendidikan merupakan penjabaran yang amat penting dari prinsip hifdz al-aql. Menjaga akal budi dari zat-zat yang memabukan merupakan perlindungan primer, maka pendidikan merupakan pemenuhan hak-hak sekunder untuk pengembanganya. Tanpa pendidikan yang memadai akal sebagai anugerah penting dari Tuhan kurang bernilai dan menyia-nyiakan anugerah Tuhan.
5.      Hifdzu al-Nasl (keharusan untuk menjaga keturunan)
Dalam ajaran Islam menjaga dan memelihara keturunan di manifestasikan dengan disyariatkan lembaga pernikahan. Islam memandang lembaga pernikahan sebagai cara melindungi eksistensi manusia secara terhormat dan bermartabat. Islam tidak menganjurkan, meski tidak mengharamkan secara mutlak hidup celibat/membujang. Bagi yang menjalankan pernikahan secara penuh tanggungjawab dijanjikan dengan kemuliaan. Sebab dengan pernikahan yang penuh tanggungjawab dan harmonis, generasi manusia yang saleh dapat dibina dari satu generasi kegenerasi secara berkesinambungan.
Lima hal dijelaskan diatas adalah merupakan pokok dari maqasid syari'ah. Disusun menurut cara peringkat berdasarkan kepentingan, dalam arti yang disebutkan lebih dahulu yang lebih penting daripada yang disebutkan sesudahnya.[17]
Dari paparan diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwasanya HAM dalam konteks Islam adalah wahyu allah berupa al qur'an yang mencakup masalah hak yang diberikan allah kepada hambanya karena diberi kewajiban melalui syariat islam.
C.  Hak Asasi Manusia  dalam Menjamin Hak-hak Kekeluargaan
1.      Hak Asasi Manusia  dalam Menjamin Hak-hak Kekeluargaan dalam Tap.MPR No.XVII/MPR/1998 dan UU No 39 THN 1999
Didalam UUD 1945 yang berkaitan dengan hak dalam berkeluarga disebutkan dalam BAB XA pasal 28 B menyatakan bahwa" setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah".[18]
 Didalam Ketetapan majelis permusyawaratan rakyat republik Indonesia nomor XVII/MPR/1998 TENTANG HAK ASASI MANUSIA BAB II HAK BERKELUARGA DAN MELANJUTKAN KETURUNAN
Pasal 2
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
Sedangkan dalam Undang-undang Republik Indonesi nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Bagian Kedua Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan.
Pasal 10
  1. Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
  2. Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari penelitian Hak-hak Kekeluargaan dalam Tap.MPR No.XVII/MPR/1998 dan UU No 39 THN 1999 diatas, membuktikan bahwa UU sangat  menjamin HAM dalam terpenuhi hak-hak  keluargaan. Sebagai peraturan pemerintah yang menjadi payung hukum maka setiap warga Negara guna melangsungkan kehidupan rumah tangga tidak dikhawatirkan lagi akan terganggu hak-haknya antara satu dengan yang lain. Karena ada payung hukum dalam konteks ini adalah UU yang melindungi dan menjaganya. Bagi istri, maupun anak akan terjamin dalam kehidupan keluarganya. Baik itu nafakah, maupun warisnya.
2.      Hak Asasi Manusia  dalam Menjamin Hak-hak Kekeluargaan dalam Islam
Didalam perundang -undangan Islam, guna menjamin hak-hak kekeluargaan diatur oleh UU Perkawinan No 1 tahun 1974, dan juga KHI (Kompilasi Hukum Islam) yang disahkan melalui inpres No 1 tahun 1991 sebagai pedoman hakim dalam memutuskan perkara Hukum keluarga.
Dalam membina rumah tangga, hak-hak kekeluargaan menurut UU perkawinan no 1 tahun 1974, termaktub dalam BAB VI mengenai HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI pasal 30 sampai 34. Sedangkan dalam KHI, hak dan kewajiban suami istri diatur pada BAB XII pasal 77.
Didalam Al-qur'an Allah menjadikan perkawinan sebagai sarana mendapatkan ketentraman. Bahkan Allah memerintahkan para wali mengawinkan orang-orang yang bujangan di bawah perwaliannya, dalam Surah Annur ayat 32. Allah menentukan hak dan kewajiban sesuai dengan fithrah yang telah diberikan pada diri manusia dan sesuai dengan beban yang dipikul individu.
(#qßsÅ3Rr&ur 4yJ»tƒF{$# óOä3ZÏB tûüÅsÎ=»¢Á9$#ur ô`ÏB ö/ä.ÏŠ$t6Ïã öNà6ͬ!$tBÎ)ur 4 bÎ) (#qçRqä3tƒ uä!#ts)èù ãNÎgÏYøóムª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù 3 ª!$#ur ììźur ÒOŠÎ=tæ ÇÌËÈ[19]  
"Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian[20] diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui".
Pada tingkat negara dan keluarga menjadi kepemimpinan pada kepala keluarga yaitu kaum laki-laki. Inilah yang dimaksudkan sebagai kelebihan laki-laki atas wanita surah an-Nisa’, 4: 34 :
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[21] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)[22]. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[23], Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[24]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar"[25].
Tetapi dalam hak dan kewajiban masing-masing memiliki beban yang sama. Surah al-Baqarah, 2: 228.
"Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'[26]. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya[27]. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana[28]".
Dalam surah Ar-Rum ayat 21 :
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir"[29].
Dalam surah An-Nisa ayat 1 :
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[30] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[31], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu"[32].
Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari :
حَدِيثُ أَبِي بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبٌ شَهْرُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ ثُمَّ قَالَ أَيُّ شَهْرٍ هَذَا قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ أَلَيْسَ ذَا الْحِجَّةِ قُلْنَا بَلَى قَالَ فَأَيُّ بَلَدٍ هَذَا قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ أَلَيْسَ الْبَلْدَةَ قُلْنَا بَلَى قَالَ فَأَيُّ يَوْمٍ هَذَا قُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَسَكَتَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ سَيُسَمِّيهِ بِغَيْرِ اسْمِهِ قَالَ أَلَيْسَ يَوْمَ النَّحْرِ قُلْنَا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ قَالَ مُحَمَّدٌ وَأَحْسِبُهُ قَالَ وَأَعْرَاضَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا وَسَتَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ فَيَسْأَلُكُمْ عَنْ أَعْمَالِكُمْ فَلَا تَرْجِعُنَّ بَعْدِي كُفَّارًا أَوْ ضُلَّالًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ أَلَا لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَلَعَلَّ بَعْضَ مَنْ يُبَلِّغُهُ يَكُونُ أَوْعَى لَهُ مِنْ بَعْضِ مَنْ سَمِعَهُ ثُمَّ قَالَ أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ.[33]
Diriwayatkan dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sesungguhnya beliau telah bersabda: Sesungguhnya zaman itu akan terus berlalu sebagaimana saat Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan. Empat di antaranya ialah bulan-bulan yang haram, tiga di antaranya berturut-turut, yaitu bulan Dzulqa’idah, Dzulhijjah dan Muharram. Bulan Rajab adalah bulan Mudhar (nama satu kabilah) yang terletak antara Jumadilakhir dan Sya’ban. Kemudian beliau bertanya: Bulan apakah ini؟ Kami menjawab: Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui. Sejenak beliau hanya diam saja. Sehingga kami menyangka bahawa beliau akan menyebutnya dengan nama lain. Beliau bertanya: Bukankah ia bulan Dzulhijjah؟ Kami menjawab: Benar. Beliau bertanya lagi: Negeri apakah ini؟ Kami menjawab: Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui. Sejenak beliau hanya diam saja. Sehingga kami menyangka bahwa beliau akan menyebutnya dengan nama yang lain. Beliau bersabda: Bukankah ia negeri Baldah؟ Kami menjawab: Benar. Beliau bertanya: Hari apa kah ini؟ Kami menjawab: Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui. Sejenak beliau diam saja. Sehingga kami menyangka bahwa beliau akan menyebutnya dengan nama lain. Beliau s.a.w bersabda lagi: Tidakkah itu hari an-Nahr (hari raya qurban)? Kami menjawab: Benar, wahai Rasulullah.
Lalu beliau bersabda: Sesungguhnya darahmu, harta bendamu (kata Muhammad, aku menyangka beliau bersabda pula) dan kehormatanmu adalah haram/ dimuliakan-dilindungi atas dirimu, seperti haramnya/ mulianya-dilindunginya harimu yang sekarang ini, di negerimu ini dan di bulanmu ini. Kamu akan bertemu dengan Tuhanmu. Dia akan bertanya kepadamu mengenai semua amalan kamu. Maka selepasku nanti janganlah kamu kembali kepada kekufuran atau kesesatan, di mana kamu akan berkelahi antara satu sama lain. Ingat, hendaklah orang yang hadir pada saat ini mesti menyampaikan kepada orang yang tidak ada pada waktu ini. Boleh jadi sebahagian dari mereka yang mendengar dari mulut orang kedua lebih dapat menjaga daripada orang yang mendengarnya secara langsung. Kemudian beliau bersabda: Ingat, bukankah aku telah menyampaikannya? (HR Bukhari dan Muslim/ muttafaq ‘alaih).
Dari hadis diatas dapat disimpulkan bahwa “Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu.” Itulah hak asasi manusia yang harus di pegang dan dipelihara oleh setiap umat muslim.
Didalam Hak-hak kekeluargaan islam, selain mengatur  hak suami dan istri, disitu juga ada hak seorang anak. Dalam islam biasa disebut dengan hak hadhanah (hak asuh anak) meliputi pemeliharaan, pembiyaan, daan lain sebagainya.
D.  Analisis Perundang-undangan Keluarga Islam dan Isu Hak Asasi Manusia dalam Menjamin Hak-Hak Kekeluargaan Islam
Perundang-undangan keluarga islam di Indonesia termaktub dalam UU perkawinan No 1 tahun 1974, kemudian Kompilasi Hukum Islam ( KHI ) yang disahkan melalui inpres No 1 tahun 1991 sebagai pedoman hakim dalam memutuskan perkara Hukum keluarga. Isu isu yang sering muncul dalam hukum keluarga muslim yaitu masalah :
a.       Perkawinan
b.      Perceraian
c.       Waris
Dengan adanya Hak Asasi Manusia dalam Menjamin Hak-Hak Kekeluargaan Islam, maka dapat menepis isu isu yang di lontarkan dalam masalah keluarga, sehingga terjadi keseimbangan hak antara kaum laki laki dan perempuan dalam membina rumah tangga.
Sebenarnya tujuan utama dalam perundang-undangan islam adalah untuk meningkatkan status atau kedudukan perempuan dalam memperkuat hak-hak keluarga. Dalam masalah perkawinan misalnya[34] :
  1. Masalah batas umur untuk nikah
  2. Masalah pencatatan perkawinan
  3. Masalah prosedur perceraian
  4. Poligami
  5. Bagian warisan laki-laki dan perempuan
  6. Dan wasiat wajibah
Dari isu-isu persoalan diatas, ketika diatur dalam perundang-undangan maka hak asasi manusia akan terpenuhi, sehingga terjadi keseimbangan antara laki-laki dan perempuan dalam mengurus keluarga. Karena apa? segala sesuatu yang menyangkut masalah hak sudah diatur.
Kalau kita berbicara mengenai hak dalam kekeluargaan, maka kita akan terfikir mengenai hak suami istri. Karena apa ? dalam hidup berkeluarga tentunya ada suami dan istri. Di Indonesia, telah diatur sub bab husus mengenai hak suami maupun istri. Yaitu terdapat pada BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTERI[35]. Sedangkan dalam KHI (kompilasi hukum islam) sub bab yang mengatur masalah hak dan kewajiban suami istri yaitu BAB XII HAK DAN KEWJIBAN SUAMI ISTERI[36].
Selain persoalan diatas, ada persoalan penting yang perlu dibahas dalam hukum keluarga. Persoalan itu menyangkut dengan masalah hak anak.
Permasalahan anak itu muncul ketika tidak adanya pencatatan perkawinan dan juga akibat perceraian. kalau seandainya pencatatan perkawinan tidak dicatat maka hak hukum anak akan kacau balau. Hak anak juga sangat penting untuk didiskusikan karena bagian dari keluarga. Oleh karena itu pembahasan hak anak dalam hukum keluarga muslim sangat dibutuhkan.
Didalam perundangan Indonesia, hak anak diatur dalam UU No 39 Tahun 1999 Bagian Kesepuluh pasal 52- 66, dalam UU No 1 Tahun 1974 diatur pada Bab X Hak dan Kewajiban Antara Orang tua dan Anak pasal 45-49, sedangkan dalam KHI diatur pada Bab XIV tentang Pemeliharaan Anak Pasal 98-106.
Dengan perpaduan suami, istri, dan anak, upaya untuk menuju proses humanisasi dalam relasi hak dan kewajiban  antar anggota yang harmonis dan seimbang dalam rumah tangga akan terwujud. Yang dimaksud dengan keseimbangan disini bukanlah kesamaan wujud sesuatu dan karakternya, tetapi yang dimaksud adalah bahwa hak-hak antara mereka itu saling mengganti dan melengkapi.[37]
Semua hal kalau dalam masalah hukum keluarga itu diperundang-undangkan, maka hak asasi sesama anggota keluarga baik itu hak suami, istri dan anak akan tersalurkan dan isu mengenai hak hak dalam menjamin keluarga akan terjawab. Oleh karena itu dibutuhkanlah Perundang-undangan Keluarga Islam untuk menjawab Isu Hak Asasi Manusia dalam Menjamin Hak-Hak Kekeluargaan Islam.
Terkait masalah Hak-hak Anak. Didalam hukum keluarga islam hak-hak anak yang wajib dipenuhi oleh orang tuanya adalah berupa pemberian sandang dan pangan. Disamping itu, anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang seimbang antara pendidikan intelektualitas dan pendidikan Agama, Moral, dan Akhlaknya[38].
            Didalam kekeluargaan Islam, yang berhak memenuhi kewajiban Anak adalah orang tua. Sebagaimana termaktub dalam UU No 1 Tahun 1974 pasal 45 ayat 1 : "Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya". Ayat 2 : "kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat satu pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berddiri sendiri kewaajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang putus". Memelihara anak dala Islam biasa disebut dengan Hadhanah. Orang tua berkewajiban memberi nafakah anak. Ulama fiqih menyamakan kewajiban hadhanan ini dengan biaya menyusui anak tersebut. Kalau seorang istri masih dalam ikatan perkawinan atau dalam iddah raj'i, maka istri tidak berhak menerima biaya tersendiri untuk hadhanah[39]. Bagaimana jika terjadi prceraian ? menurut Imam Madzab, yang berhak memelihara anak pasca perceraian yaitu[40] :
Imam Hanafi mengatakan, untuk anak perempuan ibu lebh berhak atas anaknya hingga anak itu besar dan dapat berdiri sendiri dalam memenuhi keperluan makan, minum, pakaian, beristinjak, dan berwudhu. Imam Malik mengatakan, ibu lebih berhak memelihara anak perempuan hingga ia menikah, untuk anak laki-laki juga demikian hingga anak itu dewasa. Imam Syafii mengatakan, ibu lebih berhak memelihara anak hingga anak tersebut berusia tujuh tahun baik anak perempuan maupun anak laki-laki.  Imam Hambali mengatakan, ibu lebih berhak atas anak laki-laki hingga beusia tujuh tahun , sedangkan untuk anak perempuan setelah berumur tujuh tahun ia tetap bersama ibunya tanpa ada pilihan.
Hak asasi dalam Islam (keluarga) berbeda dengan hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda: “Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat.
Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab pemerintah mempunyai tugas sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah berfirman:
“Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan.” (QS Al-Hajj, 22: 4)
Didalam Undang undang HAM nasional/Negara, maka kewajiban Negara melindungi hak, martabat manusia secara objektif. Baik itu Muslim maupun non Muslim, sedangan dalam hukum islam, maka hak-hak dari tuhan secara kodrati terpenuhi guna mencapai tujuan maqasid syari'ah.
Sedangkan Hak Asasi Manusia Dalam Menjamin Hak-hak Kekeluargaan dalam Negara Muslim lainnya penulis paparkan bertujuan untuk membandingkan dan juga memahami Hak Asasi Manusia Dalam Menjamin Hak-hak Kekeluargaan di Negara muslim lainnya, disini penulis memasukkan beberapa Negara untuk membahas sedikit tentang HAM dalam kekeluargaan yang penulis kutip dari tulisannya Prof. Khoiruddin Nasution.
Setelah mengkaji dan juga membahas dari beberapa buku, penulis menemukan data bahwasanya[41] :



1.    Yordania
Di Negara yordania, tidak ada sub khusus yang membicarakan hak dan kewajiban antara suami dan istri, akan tetapi ada beberapa pasal yang membicarakannya. Seperti kewajiban suami, kewajiban istri, dan kewajiban dan hak keduanya. Dalam masalah anak, istri tidak boleh menafkahi anak-anak yang didapatkan dari suami lain.
2.    Syria
Di Syria juga tidak mencantumkan pembahasan khusus tentang hak-hak dan kewajiban suami dan istri. Tetapi dapat masuk di dalamnya pembahasan perumahan (akomodasi) bagian ke 2 dari bab ke 4, pasal 60-70 yaitu tentang kewajiban suami, dan kewajiban istri.
Dalam kasus poligami, suami tidak boleh membiarkan keluarga tinggal bersama istri, kecuali anak kecil yang belum dewasa, kalau dengan kehadiran tersebut mengganggu istri.s
    1. Tunisia
Dalam UU Tunisia, secara tegas tidak ada aturan tentang hak dan kewajiban suami dan istri. Tetapi dalam pasal 23 disebutkan bahwa :
a.    Suami harus memberlakukan istrinya dengan baik dan wajib memelihara dari kemungkinan yang membahayakan.
b.    Suami harus mencukupi nafkah keluarga (istri dan anak-anak) sesuai dengan kemampuannya.
c.    Istri dianjurkan membantu suami mencukupi kebutuhan rumah tangga.
d.   Istri harus patuh kepada suami sebagai kepala keluarga.
e.    Istri wajib melakukan tugas-tugas rumah sesuai dengan kebiasaan setempat.
Dan masih banyak lagi Negara muslim yang memasukkan HAM dalam menjamin hak dalam kekeluargaan, walaupun tidak memasukkan HAM sebagai sub bab khusus dalam UU nya. Seperti Maroko da Kuwait. Sedangkan Negara yang memberlakukan HAM sebagai sub bab khusu yaitu Aljazair dan Yaman.
Dengan membandingkan dan mengintegrasikan masalah hak dan kewajiban suami, istri, dan anak guna mewujudkan tujuan perkawinan, bisa ditarik kesimpulan bahwa kewajiban antara suami istri adalah berimbang, dan diantara kedua orang tua mempunyai kewajiban memelihara (hadhanah) anak. Undang-undang keluarga guna menjaga hak asasi manusia dalam keluarga Negara-negara muslim lain, sebenarnya secara prinsip Indonesia lebih bagus dan baik dalam mengatur masalah tersebut. Karena apa ? Indonesia mengaturnya dengan rinci dan detail disbanding dengan Negara-negara lain, baik itu dalam hak asasi suami istri maupun anak. Indonesia memasukkan peraturan tersebut kedalam bab dan sub bab tersendiri, sedangkan dinegara lain tidak.













BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Dari pemaparan makalah diatas, penulis menyimpulkan bahwa Undang-undang positif maupun dalam undang-undang Islam, sangat menjungjung tinggi hak-hak manusia. Terutama dalam masalah hukum keluarga, terbukti dalam UU Hak Asasi Manusia  dalam Menjamin Hak-hak Kekeluargaan dalam Tap.MPR No.XVII/MPR/1998 dan juga dalam UU No 39 THN 1999 tentang HAM, itu terbukti kepedulian pemerintah dalam menjaga hak hak setiap warga negaranya.
 Didalam perundang -undangan Islam, guna menjamin hak-hak kekeluargaan diatur oleh UU Perkawinan No tahun 1974, dan juga KHI (Kompilasi Hukum Islam) yang disahkan melalui inpres No 1 tahun 1991 sebagai pedoman hakim dalam memutuskan perkara Hukum keluarga.
Didalam Ayat-ayat al-qur'an maupun juga hadis nabi juga menjungjung tinggi masalah hak manusia itu sendiri, teruama perempuan guna mendapatkan hak yang seimbang antara laki-laki, perempuan, dan juga Anak. Sebagaimana termaktub dalam surat al-baqarah ayat 228, an nisa ayat 34, dll.
  1. Saran
Bagi masyarakat dan juga akademisi, lebih khusus lagi para pembaca untuk bisa mengembangkan lebih dalam lagi masalah Ham dalam menjamin hak hak keluarga, dan juga pesan penulis untuk tidak sewenang wenang menggunakan ham sebagai alat untuk melawan hukum yang benar benar terbukti salah.




DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an.
Abu syuqqah, Abdul Halim, Kebebasan Wanita jilid 5 , (Jakarta:Gema Insani, 1998).
Abdul Baqi, Muhammad fu'ad, Kumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim, (Solo:insan kamil, 2010).
Abul A'la Mawdudi, Mawlana, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1995).
Hayat, Henry, HAK ASASI MANUSIA, The London School of Public Relations Jakarta, 2008.
Istiqamah, Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Al-Risalah Volume 11 Nomor 1 mei 2011.
kosasih, Ahmad, HAM dalam perspektif Islam, menyingkap persamaan dan perbedaan antara islam dan barat, (Jakarta:Salemba Diniyah, 2003).
Kasdi, Abdurrahman, MAQASHID SYARI’AH DAN HAK ASASI MANUSIA; Study Komparatif antara HAM Perspektif Islam dan Perundang-undangan Modern.
KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR XVII/MPR/1998 TENTANG HAK ASASI MANUSIA, bagian C. SEJARAH, PENDEKATAN; DAN SUBSTANSI, Nomor 2. Pendekatan dan Substansi Sub a.
Mulia, Musdah, Islam dan Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta :Naufan Pustaka, 2010).
Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Al- Aamah, Fiqih Empat Mazhab (Bandung:Hasyimi,2015).
Nasution, Khoiruddin, Hukum Perkawinan 1, dilengkapi perbandingan UU Negara Muslim Kontemporer, (Yogyakarta:academia + tazzafa, 2004).
Nurrohman, HUKUM   ISLAM DAN  PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA (Studi atas  Problematika Formalisasi Syari'at Islam di  di Dunia Islam dan di Indonesia),   Disampaikan pada kesempatan Annual Conference on Islamic Studies –ANCIS ke-7 di Pekanbaru Riau yang diselenggarakan pada tanggal 21-24 November 2007.
Djamaan Nur, Fiqh Munakahat (Semarang : CV. Toha Putra Semarang,2015).
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh 2, (Jakarta:Kencana,cetakan ke 4, 2008).
Yusdani, Menuju FIQH Keluarga Progresif, (Yogyakarta: Kaukaba, 2015).
Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta:hidakarya agung, 1989).
Undang-undang Republik Indonesi nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Bab 1 Pasal 1.






[1] Umi Sumbulah, et.al., Studi Al-Qur'an dan Hadis, (UIN-Maliki Press,2014),hal. 368.
[2]Heny Hayat, HAK ASASI MANUSIA, The London School of Public Relations Jakarta, 2008.hal. 6.
[3]Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta:hidakarya agung, 1989)
[4]Yusdani, Menuju FIQH Keluarga Progresif, (Yogyakarta: Kaukaba, 2015), hal.22.
[5]Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta:hidakarya agung, 1989)
[6]Yusdani, Menuju FIQH Keluarga Progresif, hal.23.
[7]Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta:hidakarya agung, 1989)
[8]Yusdani, Menuju FIQH Keluarga Progresif, hal.23.
[9]Ahmad kosasih, HAM dalam perspektif Islam, menyingkap persamaan dan perbedaan antara islam dan barat (Jakarta:Salemba Diniyah, 2003),hal.96.
[10]Undang-undang Republik Indonesi nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Bab 1 Pasal 1.
[11]KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR XVII/MPR/1998 TENTANG HAK ASASI MANUSIA, bagian C. SEJARAH, PENDEKATAN; DAN SUBSTANSI, Nomor 2. Pendekatan dan Substansi Sub a .
[12]Undang-undang Republik Indonesi nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Bab 1 Pasal 6. 
[13]Istiqamah, Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Al-Risalah Volume 11 Nomor 1 mei 2011, hal. 19.
[14]Mawlana Abul A'la Mawdudi, Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1995),hal.10.
[15]Abdurrahman Kasdi, MAQASHID SYARI’AH DAN HAK ASASI MANUSIA; Study Komparatif antara HAM Perspektif Islam dan Perundang-undangan Modern
[16]Nurrohman, HUKUM   ISLAM DAN  PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA (Studi atas  Problematika Formalisasi Syari'at Islam di  di Dunia Islam dan di Indonesia),   Disampaikan pada kesempatan Annual Conference on Islamic Studies –ANCIS ke-7 di Pekanbaru Riau yang diselenggarakan pada tanggal 21-24 November 2007.


[17]Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2 (Jakarta:Kencana,cetakan ke 4 2008), hal.239.
[18] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
[19] QS. Annur (24) : 32.
[20]Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita- wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.
[21]Maksudnya: tidak Berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya.
[22]Maksudnya: Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.
[23]Nusyuz: Yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.
[24]Maksudnya: untuk memberi peljaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya.
[25]QS. An-Nisa (4) : 34.
[26]Quru' dapat diartikan suci atau haidh.
[27]Hal ini disebabkan karena suami bertanggung jawab terhadap keselamatan dan Kesejahteraan rumah tangga (Lihat surat An Nisaa' ayat 34).
[28]QS. Al-Baqarah (2) : 228.
[29]QS. Ar-Ruum  (30) : 21.
[30]Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim. di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa Yakni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan
[31]Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti :As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah.
[32]QS. An-Nisa (4) : 1.
[33]Muhammad fu'ad Abdul Baqi, Kumpulan Hadits Shahih Bukhari Muslim, (Solo:insan kamil, 2010),hal.494.
[34]Yusdani, Menuju FIQH Keluarga Progresif, (Yogyakarta: Kaukaba, 2015), hal.47. 
[35]Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTERI.
[36]KOMPILASI HUKUM ISLAM BAB XII HAK DAN KEWJIBAN SUAMI ISTERI
[37]Abdul Halim Abu syuqqah, Kebebasan Wanita jilid 5 , (Jakarta:Gema Insani, 1998),Hal.138.
[38]Ahmad kosasih, HAM dalam perspektif Islam, menyingkap persamaan dan perbedaan antara islam dan barat,hal.74.
[39]Djamaan Nur, Fiqh Munakahat (Semarang : CV. Toha Putra Semarang),Hal.123.
[40]Al- Aamah Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab (Bandung:Hasyimi,2015), hal.393.
[41]Khoiruddin Nasution, Hukum Perkawinan 1, dilengkapi perbandingan UU Negara Muslim Kontemporer, (Yogyakarta:academia + tazzafa, 2004), hal. 281.

0 komentar:

Posting Komentar